Ketuban Pecah Dini, Persoalan Dilematis Ibu Hamil

Selasa, 12 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Salah satu kasus yang dianggap pelik dan paling dilematis pada saat kehamilan adalah ketuban pecah dini atau juga dikenal dengan premature rupture of the membrane (PROM)

Ketuban Pecah Dini, Persoalan Dilematis Ibu Hamil

Salah satu kasus yang dianggap pelik dan paling dilematis pada saat kehamilan adalah ketuban pecah dini atau juga dikenal dengan premature rupture of the membrane (PROM). Kondisi ini kerap kali menimbulkan diskusi panjang antara dokter kandungan, dokter anak, dan tentunya keluarga pasien, karena hasil tindakan akan menentukan kondisi bayi pada saat lahir nantinya.


Pada dasarnya, ketuban atau yang disebut juga dengan amnion adalah cairan fisiologis yang terdapat di dalam rahim dan dihasilkan oleh sel-sel yang ada di plasenta dan nantinya ditambah dengan urine janin.


Ketuban memiliki peran yang sangat penting bagi tumbuh kembang si janin, misalnya saja untuk menjaga suhu tetap stabil, sebagai transportasi elektrolit, dan untuk mendukung pertumbuhan janin agar dapat tumbuh simetris.


Ketuban juga berfungsi untuk mencegah tali pusat terkompresi dengan tubuh janin dan dinding rahim yang dapat menyebabkan aliran darah berkurang, melindungi bayi dari cedera luar akibat guncangan, dan juga berfungsi untuk meratakan kontraksi saat persalinan.


Volume air ketuban biasanya bervariasi, sesuai dengan usia kehamilan. Ketika kandungan menginjak usia 10-20 minggu biasanya volume air ketuban yang dianggap normal adalah sekitar 25- 400 mililiter.


Lalu ketika masuk ke masa kelahiran volumenya bisa bertambah hingga mencapai satu liter. Biasanya, ada empat masalah yang menghantui ibu hamil berkenaan dengan ketuban, yaitu air ketuban yang terlalu banyak (polihidramnion), air ketuban yang terlalu sedikit (oligohidramnion), air ketuban berwarna tidak normal, dan juga ketuban pecah dini.


Baca juga: Perlukah Induksi Persalinan?


Apa Itu Ketuban Pecah Dini?

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum awitan (onset) persalinan. Selaput ketuban terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan amnion di sebelah dalam dan lapisan khorion di sebelah luarnya.


Ketuban dikatakan pecah apabila amnion atau khorion ataupun keduanya pecah. Walaupun selaput ketuban cukup tipis, namun ia kuat karena mengandung kolagen yang bersifat elastis.


Apa Penyebab Ketuban Pecah Dini?

Ada bermacam hal yang disinyalir dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Di antaranya, terjadinya tekanan dalam rahim yang disebabkan oleh kehamilan kembar, air ketuban yang terlalu banyak sehingga tekanannya tinggi, kurangnya nutrisi, infeksi, dan yang paling sulit untuk diatasi adalah bila tidak diketahui penyebabnya.


Apa Saja Gejalanya?

Apabila pada saat masa kehamilan ibu hamil merasakan adanya cairan yang keluar dari vagina, baik yang perlahan-lahan maupun yang menyembur, maka ibu hamil haruslah waspada. Banyak ibu hamil mengira bahwa cairan yang keluar itu adalah urin.


Untuk pertolongan pertama, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk membedakan apakah cairan itu adalah ketuban ataupun urin. Cairan ketuban keluar dari vagina dan tidak dapat ditahan seperti layaknya urin.


Ada baiknya ibu hamil mengambil kain untuk menyerap cairan tersebut guna memeriksakan apakah cairan tersebut urin ataukah ketuban. Ketuban memiliki aroma yang khas, seperti aroma anyir dan tentunya tidak pesing seperti layaknya bau urin. Apabila ibu hamil menemukan tanda-tanda yang keluar bukanlah urine, maka disarankan agar ibu hamil segera mencari bantuan medis.


Baca juga: Anyang-anyangan Saat Hamil, Berbahayakah?


Tatalaksana Ketuban Pecah Dini 

Tatalaksana ketuban pecah dini biasanya disesuaikan dengan usia kandungan. Terkadang, ketuban pecah dini terjadi pada usia kandungan yang masih sangat muda sehingga menimbulkan risiko yang tinggi bagi sang bayi.


Namun pada umumnya, tata laksana dibagi menjadi tiga golongan:


1. Usia kandungan di bawah 34 minggu

Biasanya, apabila pada usia ini terjadi ketuban pecah dini, dokter spesialis kebidanan dan kandungan akan menyarankan untuk melakukan ekspektan atau menahan kehamilan untuk memberi kesempatan kepada paru bayi untuk matang.


Namun keputusan ini pun harus dilandasi oleh pemeriksaan yang menyeluruh, semisal saja apakah jumlah ketubannya dirasa masih cukup, tidak terjadi infeksi, dan tidak terjadi fetal distress atau gawat janin.


Pada kondisi ini sang ibu akan disarankan untuk bed rest total sembari diberi antibiotik untuk mencegah terjangkitnya infeksi dan diberi obat pematangan paru. Namun, apabila semua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka harus dilakukan tindakan aktif (dilahirkan) dengan risiko bayi belum matang, berat badan yang kurang, dan belum cukup umur sehingga harus dirawat di NICU.


2. Usia kandungan 34-36 minggu

Risiko ketuban pecah dini pada usia 34-36 minggu pada umumnya sama dengan usia kandungan di bawah 34 minggu. Hanya saja, biasanya pada usia ini pilihan akan diserahkan kepada pasien tentunya setelah dokter memeriksakan kondisi bayi dan menjelaskan risiko-risiko tata laksana yang akan diambil.


3. Usia kandungan lebih dari 36 minggu

Apabila usia kandungan sudah menyentuh angka 36 minggu atau lebih, maka biasanya dokter akan melakukan tindakan aktif atau dilahirkan. Biasanya, pada usia ini berat bayi sudah cukup dan paru-parunya pun sudah cukup matang.


Namun, tindakan aktif akan dikaji ulang bagi para pasien yang mengidap penyakit kencing manis, karena biasanya paru bayi yang dikandungnya lebih telat matang ketimbang bayi lainnya.


Baca juga: Melahirkan Normal Setelah Sesar? Bisa Kok!


Bahayakah Ketuban Pecah Dini?

Mengapa disebut dengan kasus dilematis, karena pecahnya ketuban dapat mengakibatkan risiko yang cukup tinggi baik ketika bayi masih di dalam kandungan maupun ketika bayi akhirnya terpaksa harus dikeluarkan.


Bila ketuban pecah dini terjadi di bawah usia kehamilan 26 minggu, maka dapat terjadi deformitas janin atau amputasi organ tubuh akibat terjerat selaput ketuban (amniotic band syndrome), paru tidak berkembang sempurna (hipoplasia paru), dan juga terhambatnya pertumbuhan janin.


Risiko kemungkinan terjadinya infeksi dalam kandungan (intra uterine infection) juga meningkat bila terjadi ketuban pecah dini. Ada juga kondisi yang sangat gawat, yaitu bila terjadi prolaps tali pusat yang diakibatkan oleh ketuban pecah dini, namun bayi berada dalam kondisi melintang maupun sungsang (bokong di bawah).


Karena tidak adanya penghalang (biasanya kepala, bila kepala bayi berada di bawah), maka tali pusat dapat keluar dari mulut rahim dan jatuh ke dalam vagina dan akhirnya membatasi aliran darah ke bayi. Hal ini harus segera ditangani, akrena berisiko kematian bayi dalam kandungan.


Apakah Ketuban Pecah Dini Bisa Dicegah? 

Untuk kasus tertentu, kita bisa melakukan tindakan pencegahan. Misalnya dengan mewaspadai kondisi batuk, pilek, ataupun diare pada saat kehamilan karena dapat mencetuskan kontraksi dan bisa menyebabkan pecah ketuban.


Jalani hidup sehat, memperbaiki gizi, vitamin, dan hindari alkohol serta rokok baik dalam bentuk aktif maupun pasif. Hal lainnya adalah waspada apabila ibu hamil menderita keputihan, karena ini bisa menjadi tanda telah terjadi infeksi di daerah genital dan harus segera dikonsultasikan ke dokter.