Skoliosis, Salah Satu Kelainan Struktur Tulang Belakang

Selasa, 19 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Hasil penelitian di Amerika, Eropa, dan Asia menunjukkan bahwa sekitar 1,5—3 persen dari populasi mengalami skoliosis dengan kelengkungan kurva tulang belakang lebih dari 10 derajat

Skoliosis, Salah Satu Kelainan Struktur Tulang Belakang

Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah samping, yang dapat terjadi pada beberapa bagian tubuh, antara lain servikal (leher), torakal (dada), dan lumbal (pinggang). 


Berbagai penyebab terjadinya skoliosis, antara lain kongenital (bawaan) yang umumnya berhubungan dengan kelainan dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu. selain itu ada neuromuskuler, di mana terjadi pengendalian otot yang buruk, kelemahan otot atau kelumpuhan akibat penyakit seperti cerebral palsy, distrofi otot, polio, dan osteoporosis juvenil. Terakhir, idiopatik yang merupakan kejadian skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya.


Skoliosis Idiopatik

Dari beberapa faktor di atas, Skoliosis idiopatik merupakan penyebab terbanyak terjadinya skoliosis. Skoliosis idiopatik dapat dibedakan menurut usia, antara lain tipe infantile (0-3 tahun), tipe juvenile (4-10 tahun), tipe adolescent (11-17 tahun), dan tipe adult (di atas 18 tahun).


Pada umumnya, skoliosis terjadi pada perempuan karena mereka memiliki risiko peningkatan besar sudut kelengkungan tulang belakang 10 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Kelainan skoliosis ini biasanya tidak terlalu terlihat secara kasat mata dan dapat menimbulkan masalah dalam gerak motorik bila kelengkungan kurva tulang belakang mencapai 20 derajat. 


Berdasarkan Connecticut Children Medical Center, kebanyakan kasus skoliosis idiopatik dapat menyebabkan berbagai akibat signifikan, antara lain nyeri punggung dan ‘gangguan’ psikologis akibat perubahan body image.


Bahkan, dampak yang lebih parah dapat terjadi apabila derajat kelengkungan kurva tulang belakang terlampau besar sehingga menimbulkan penyakit jantung dan paru-paru. Pada kasus-kasus tertentu, skoliosis yang lebih dari 100 derajat dapat menimbulkan kematian prematur apabila tidak ditangani segera.


Baca juga: Skoliosis pada Remaja, Perlukah Dikhawatirkan?


Gejala Skoliosis

Gejala yang dialami oleh penyandang skoliosis salah satunya adalah tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping. Selain itu, bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya.


Penderita juga akan merasakan nyeri punggung dan kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 derajat) bahkan bisa menyebabkan gangguan pernapasan.


Diagnosa Skoliosis

Pada pemeriksaan fisik, penderita skoliosis biasanya diminta untuk membungkuk ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi dengan menggunakan alat skoliometer.


Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan neurologis (saraf) untuk menilai kekuatan maupun sensasi atau refleks. Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah rontgen tulang belakang dan MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen).


Baca juga: Tubuh Ideal dengan Tulang Sempurna


Cara Menangani Skoliosis

Penanganan pada penderita skoliosis tergantung kepada penyebab, derajat, dan lokasi kelengkungan serta stadium pertumbuhan tulang. Jika kelengkungan kurang dari 20 derajat, biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan. Namun, penderita harus menjalani pemeriksaan secara teratur setiap 6 bulan. 


Pada anak-anak yang masih tumbuh, kelengkungan biasanya bertambah antara 25-30 derajat. Oleh karena itu, biasanya dianjurkan untuk menggunakan brace (alat penyangga) untuk membantu memperlambat progresivitas kelengkungan tulang belakang.


Akan tetapi, penggunaan brace harus dipasang selama 23 jam/hari sampai masa pertumbuhan anak berhenti. Jika kelengkungan mencapai 40 derajat atau lebih, biasanya dilakukan operasi. 


Baca juga: Nyeri Punggung, Si Pengganggu Aktivitas


Cara Mencegah Skoliosis

Belum ada cara yang pasti dalam mencegah skoliosis. Peningkatan kasus skoliosis dapat dicegah dengan penggunaan alat penyangga (brace) atau operasi. Latihan fisik dan olahraga berperan penting dalam penurunan risiko skoliosis. Bukan hanya untuk menjaga kesehatan dan kelenturan tubuh, tetapi juga menurunkan risiko osteoporosis.