Sayatan Kecil pada Bedah Pencernaan

Minggu, 03 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Bedah pencernaan tidak lagi memerlukan sayatan yang besar. Laparaskopi memungkinkan dilakukannya bedah dengan sayatan kecil pada berbagai kasus bedah pencernaan

Sayatan Kecil pada Bedah Pencernaan

Di masa lalu, terdapat sebuah paradigma di dunia kesehatan: big surgeon makes big incison. Tapi dengan perkembangan teknologi medis, paradigma tersebut pun sudah berubah. Kemajuan teknologi membuat small incision menjadi lebih banyak manfaatnya.


Laparaskopi salah satunya. Laparaskopi atau juga biasa disebut teknik keyhole (lubang) adalah teknik operasi dengan membuat sayatan selebar 0,3 hingga 3 cm di kulit. Sayatan kecil ini yang menjadi akses bagi semua peralatan dalam operasi. Sayatan yang dibuat bisa satu atau beberapa, tergantung kasus yang terjadi.


Dalam bidang bedah pencernaan, laparaskopi sebenarnya bukanlah teknik yang baru lagi. Berbagai tindakan pembedahan dapat dilakukan dengan metode ini. Sekarang, dengan adanya teknologi high definition dan 3D pada alat laparaskopi membuat operasi menjadi lebih tepat dan nyaman.


Kelebihan dan Kekurangan

Seperti halnya dua sisi mata uang, tindakan laparaskopi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki tindakan ini antara lain sayatan yang lebih kecil pada kulit, masa pemulihan yang lebih cepat (baik di rumah sakit maupun untuk kembali beraktivitas), infeksi luka operasi lebih minimal, serta rasa nyeri yang juga lebih minimal.


Di sisi lain, karena dibutuhkan alat khusus, biaya untuk penanganan ini pun menjadi membutuhkan biaya lebih banyak dibandingkan penanganan dengan prosedur yang lama. Selain itu, dibutuhkan keterampilan khusus dan learning curve (masa pembelajaran) yang terkadang tidak singkat.


Namun, dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, tindakan laparaskopi memberikan lebih banyak manfaat bagi pasien. 

Perbedaan sayatan open surgery (kiri) dengan laparaskopi (kanan)


Laparaskopi pada Bedah Pencernaan

Yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah laparaskopi dapat dilakukan untuk semua prosedur pembedahan pencernaan? Jawabannya tidak. Terdapat beberapa pertimbangan untuk penentuan jenis tindakan yang dilakukan, seperti jenis kasus, kondisi pasien, serta ketersediaan sarana dan sumber daya manusia. 


Tidak jarang pula tindakan laparaskopi memerlukan konversi (perubahan tindakan) menjadi laparotomi (bedah dengan luka verital yang besar) saat dilakukannya tindakan. Perlu diketahui bahwa kejadian tersebut bukanlah kegagalan.


Dokter yang melakukan tindakan perlu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan pasien agar tindakan yang dilakukan lebih memberikan manfaat pada pasien.


Pada bedah pencernaan, laparaskopi dapat dilakukan untuk tindakan-tindakan seperti appendicitis (infeksi usus buntu), hernia, cholecystectomy (pengangkatan batu kandung empedu), adhesiolis (perlengketan usus), kanker usus, dan bariatric surgery (pemotongan lambung untuk terapi obesitas).


Pada kasus appendicitis (infeksi usus buntu) yang biasa, bekas luka sayatan terkadang tidak berbeda jauh. Tetapi pada kasus appendicitis yang telah mengalami perforasi (pecah/bernanah), bekas luka sayatan jauh berbeda-begitu pula dengan masa pemulihannya.


Selain itu, pada kasus cholecystectomy, pemulihan pasien yang ditangani dengan laparaskopi jauh lebih cepat dibandingkan dengan teknik konvensional (open surgery). Bahkan, laparaskopi sudah menjadi gold standard untuk penanganan pengangkatan batu kandung empedu.


Sementara, pada kasus hernia (baik hernia inguinalis/pelipatan paha maupun hernia incisional/bekas operasi, penanganan dengan laparaskopi memperkecil angka kekambuhan).


Meski pada awalnya muncul perdebatan mengenai efektivitas dalam hal radikalitas operasi dalam penanganan kanker, penerapan laparaskopi pada kasus kanker usus besar lebih memberikan manfaat dibandingkan laparatomi.


Penerapan laparaskopi membuat gerak usus lebih cepat pulih, infeksi Luka operasi yang lebih kecil, serta masa perawatan di rumah sakit yang lebih singkat.


Berdasarkan uraian tersebut, laparaskopi memang memberikan lebih banyak manfaat dibanding bedah konvensional. Hanya saja, perlu diketahui bahwa pemilihan teknik dalam tindakan merupakan pilihan pasien – mengingat kondisi ekonomi di Indonesia yang belum sepenuhnya mapan.


Apapun teknik yang dipilih, manfaat serta kesembuhan bagi pasien tetaplah yang utama.