Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil akibat melemahnya otot kandung kemih sehingga menyebabkan kebocoran urin.
Pernahkah Anda mengalami kesulitan menahan berkemih atau buang air kecil? Bisa saja Anda mengalami inkontinensia urine.
Inkontinensia urine atau urinary incontinence merupakan gangguan berkemih yang menyebabkan seseorang kesulitan mengendalikan buang air kecil, sehingga terjadi kebocoran urine. Walaupun IU bukan merupakan kondisi yang mengancam jiwa, IU dapat mempengaruhi kualitas hidup Anda karena mempengaruhi aktivitas sehari-hari, hubungan interpersonal, maupun seksual, kesehatan psikologis, dan interaksi sosial.
Inkontinensia urine (IU) dalah kondisi ketika seseorang sulit menahan buang air kecil akibat melemahnya otot kandung kemih. IU dapat menyebabkan kebocoran urine, sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan maupun sosial.
Meskipun dapat dialami siapa saja, IU biasanya lebih sering dialami oleh wanita dan risiko terjadinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia, seta pada masa kehamilan dan persalinan.
Baca juga: Disuria (Nyeri Berkemih), Gejala dari Berbagai Gangguan Saluran Kemih
Gejala IU bervariasi, dapat timbul sekali-sekali dan dalam jumlah yang sedikit, atau dapat juga lebih sering dan dalam jumlah yang lebih banyak. Berikut ini 5 tipe inkontinensia urin beserta gejalanya masing-masing:
Urine keluar ketika ada peningkatan tekanan pada kandung kemih karena adanya batuk, bersin, tertawa, dan ketika mengangkat beban berat atau berolahraga.
Timbul rasa ingin buang air kecil (BAK) yang tiba-tiba dan mendesak/kebelet yang diikuti dengan keluarnya urine. Jumlah keluarnya urine pun meningkat, termasuk pada malam hari. Hal ini terjadi akibat adanya infeksi atau adanya kondisi yang lebih serius, seperti gangguan saraf pada penderita diabetes.
Urine keluar karena adanya faktor gangguan gabungan, antara inkontinensia tekanan dan desakan.
Tipe inkontinensia urine ini ditandai dengan ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih, seperti mengejan, pancaran urine lemah, tidak lampias/tuntas, dan kandung kemih terasa penuh.
Gejalanya ditandai dengan urine keluar secara terus menerus.
Kelima jenis inkontinensia urin ini dapat terjadi pada siapa saja, tergantung faktor risiko yang dimiliki orang tersebut. Segeralah ke dokter spesialis urologi bila Anda mulai merasakan gejala inkontinensia urine.
Baca juga: Kandung Kemih Sehat, Bebas Infeksi
Walau didominasi oleh faktor usia, ternyata ada faktor lainnya yang mempengaruhi seseorang terkena inkontinensia urine, di antaranya:
Pada wanita lebih sering terjadi inkontinensia tekanan yang disebabkan karena kehamilan, proses persalinan, menopause, dan anatomi traktus urinarius wanita. Sedangkan pada pria, lebih sering terjadi inkontinensia desakan dan luapan yang disebabkan adanya masalah prostat.
Seiring dengan pertambahan usia seseorang, kekuatan otot-otot di kandung kemih dan uretra akan menurun, sehingga menyebabkan urine tidak dapat ditahan secara optimal.
Kelebihan berat badan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang akan mendesak kandung kemih dan otot sekitarnya. Tekanan ini membuat otot menjadi lemah dan membuat urine lebih cepat keluar, terutama saat batuk atau bersin.
Kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko inkontinensia urine karena nikotin dapat membuat kandung kemih lebih aktif dari biasanya.
Riwayat anggota keluarga yang mengalami inkontinensia urine, terutama inkontinensia desakan, akan meningkatkan risiko Anda mengalami inkontinensia urine desakan.
Penyakit seperti gangguan saraf, gangguan imun, dan diabetes dapat meningkatkan risiko inkontinensia. Sering mengalami infeksi saluran kemih juga meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin karena menyebabkan iritasi yang lama-kelamaan akan membuat otot pengendali saluran kemih jadi longgar.
Baca juga: Hindari Penyakit Ginjal Kronis
Inkontinensia urine ada yang bersifat sementara (jangka pendek) dan menetap (jangka panjang). Berikut ini adalah penjelasan penyebab inkontinensia urine.
IU yang bersifat sementara bisa disebabkan oleh konsumsi makanan maupun minuman, serta obat-obatan tertentu yang merangsang kandung kemih dan meningkatkan volume urine, seperti alkohol, kafein, minuman yang mengalami proses karbonasi, pemanis buatan, cokelat, cabai, makanan yang banyak memakai bumbu dan banyak gula, serta yang bersifat asam, seperti jeruk.
Obat-obatan untuk penyakit jantung dan hipertensi, juga obat penenang, pelemas otot, dan vitamin C dosis tinggi juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami inkontinensia urine. Inkontinensia urine juga dapat disebabkan oleh kondisi medis seperti infeksi saluran kencing (ISK) dan konstipasi.
Di sisi lain, inkontinensia urine yang menetap terjadi oleh karena adanya kondisi atau perubahan fisik seseorang seperti kehamilan, proses persalinan, pertambahan usia (degeneratif), menopause, operasi pengangkatan rahim, pembesaran prostat, kanker prostat, riwayat operasi daerah panggul, sumbatan traktus urinarius, dan gangguan saraf.
Baca juga: Kenali Gagal Ginjal Akut Sedini Mungkin untuk Pemulihan yang Optimal
Penyakit ini dapat menjadi pertanda dari kondisi lain yang lebih serius, dapat membatasi aktivitas dan interaksi sosial, serta meningkatkan risiko jatuh pada orang tua karena harus terburu-buru ke toilet, juga dapat memungkinkan terjadinya komplikasi.
Bila tidak ditangani oleh ahlinya, inkontinensia urine yang sudah berlangsung kronik dapat menimbulkan komplikasi berupa, masalah kulit, infeksi saluran kemih, dan bahkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Oleh sebab itu, bila Anda mencurigai adanya gejala inkontinensia urine, segera periksakan diri ke dokter spesialis urologi. Tidak perlu menunggu sampai gejala mengganggu aktivitas, penanganan awal dari dokter dapat membantu meringankan gejala yang Anda alami dan mencegah perparahan kondisi.
Dokter spesialis urologi akan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat kesehatan Anda secara menyeluruh termasuk bladder diary. Bladder diary adalah catatan mengenai minuman dan makanan yang Anda konsumsi beserta waktu dan jumlah BAK Anda setiap harinya.
Informasi medis yang didapatkan selama proses anamnesis akan menjadi petunjuk dokter dalam melakukan pemeriksaan fisik sekitar saluran kemih.
Dokter selanjutnya akan melakukan pemeriksaan penunjang, seperti urinalisis, pemeriksaan darah, USG abdomen, uroflowmetri, dan residu urine untuk penegakan diagnosis.
Baca juga: Menangani Batu Ginjal Minim Nyeri dengan ESWL
Penanganan inkontinensia urine tergantung dari tipe kelainan yang dialami, derajat dan penyebab yang mendasarinya. Berikut ini adalah beberapa upaya penanganan inkontinensia urin yang dapat disarankan oleh dokter:
Untuk menangani kasus inkontinensia urine luapan dan kontinu, upaya pengobatan akan disarankan bergantung pada sebab yang mendasarinya. Misalnya, penyebabnya karena ada pembesaran prostat jinak, sehingga kemungkinan perlu dilakukan tindakan operasi.
Inkontinensia urine dapat dicegah sejak dini dengan cara menjaga berat badan ideal, sehingga tidak memicu penyakit-penyakit lain yang menyebabkan IU. Berikut ini cara-cara lain yang Anda dapat lakukan:
Gangguan berkemih ini dapat menurunkan kualitas hidup Anda apabila tidak ditangani segera. Jadi, apabila Anda mulai mengalami keluhan kesulitan menahan buang air kecil, segera periksakan kondisi Anda ke dokter spesialis bedah urologi untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Penyebab inkontinensia urine bisa karena otot panggul yang melemah, pembesaran prostat pada pria, infeksi saluran kemih, atau kondisi seperti diabetes dan obesitas. Gaya hidup, seperti konsumsi kafein berlebih, juga bisa memicu terjadinya inkontinensia urine.
Cara mengatasi inkontinensia urine meliputi latihan otot panggul (Kegel), mengatur pola makan, mengurangi asupan kafein, dan pengobatan medis. Bila perlu, dokter bisa menyarankan terapi atau operasi untuk kasus yang lebih parah.
Inkontinensia urine jarang sembuh sendiri, terutama jika disebabkan oleh kondisi medis atau kerusakan jaringan. Dalam beberapa kasus ringan, inkontinensia urine berpotensi membaik seiring dengan waktu, terutama bila didukung dengan perubahan gaya hidup sehat. Namun, pada kebanyakan kasus yang lebih serius, seperti inkontinensia akibat cedera saraf, penderita biasanya memerlukan intervensi medis berupa terapi, obat-obatan, atau prosedur bedah.
Penyebab utama inkontinensia berkelanjutan adalah kelemahan otot dasar panggul, kerusakan saraf, atau gangguan fungsi kandung kemih akibat penuaan. Faktor risiko lain meliputi obesitas, diabetes, infeksi kronis, atau efek samping dari prosedur medis seperti operasi prostat pada pria. Pada wanita, kehamilan, persalinan, dan menopause seringkali menjadi pemicu terjadinya IU.
Penurunan fungsi kandung kemih biasanya disebabkan oleh penuaan, yang melemahkan otot-otot dan mengurangi kapasitas kandung kemih. Selain itu kebiasaan menahan kencing terlalu lama, infeksi saluran kemih berulang, efek samping obat-obatan tertentu, dan penyakit yang merusak saraf juga dapat menyebabkan penurunan fungsi kandung kemih.