Maloklusi atau kadang dikenali dengan kelainan gigitan atau kelainan oklusi, merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan pada gigi geligi anak, baik pada periode gigi susu/sulung, periode gigi bercampur, maupun pada periode gigi permanen
Maloklusi, yang juga dikenali sebagai kelainan gigitan, merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan pada gigi anak. Pada kasus yang ringan, maloklusi mungkin hanya memengaruhi tampilan senyum dan kepercayaan diri si Kecil. Namun, pada kasus yang lebih parah, maloklusi juga dapat membuat penderitanya sulit berbicara dan tidak nyaman saat mengunyah.
Beruntungnya, kondisi gigi ini masih bisa ditangani, bahkan dicegah. Mari simak penjelasan lengkap mengenai maloklusi dan peran orang tua dalam mendukung pertumbuhan gigi si Kecil.
Maloklusi adalah ketidakteraturan atau kelainan posisi dan hubungan antara gigi atas dan gigi bawah saat rahang tertutup. Kondisi ini dapat berupa penyimpangan kecil yang tidak terlalu mengganggu hingga gangguan serius yang membutuhkan penanganan khusus.
Baca juga: Gigi Susu Tidak Tanggal, Apakah Harus Segera Dicabut? Ini yang Perlu Diketahui Orang Tua
Maloklusi diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama berdasarkan sistem Angle Classification, yakni:
Gejala maloklusi pada anak dapat bervariasi tergantung tingkat keparahan dan tipe gangguan yang dialami. Berikut ini adalah beberapa gejala umum maloklusi pada anak yang dapat dikenali:
Bila si Kecil mulai menunjukkan salah satu gejala di atas, segera periksakan ke dokter gigi anak agar penanganan dapat dilakukan sebelum kondisi memburuk. Selain itu, pemeriksaan rutin ke dokter gigi juga dapat membantu memantau pertumbuhan gigi anak dan mencegah gangguan struktur gigi, seperti maloklusi.
Baca juga: Karies Gigi pada Anak, Pahami Gejala hingga Pengobatannya
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi pada anak, di antaranya:
Masalah pertumbuhan gigi, seperti maloklusi, umumnya dapat dideteksi melalui pemeriksaan rutin oleh dokter gigi. Jadi, ingatlah untuk membawa si Kecil ke dokter gigi anak, minimal setiap 4 bulan sekali, untuk mendukung proses pertumbuhan giginya.
Di sisi lain, gejala maloklusi dapat berkembang secara perlahan. Sebagai orang tua, jangan ragu untuk memeriksakan kondisi si Kecil ke dokter gigi anak jika Anda mengenali tanda-tanda, seperti berikut ini:
Baca juga: Gigi Ngilu Bikin Tak Nyaman? Cari Tahu Penyebabnya, Yuk!
Jika ditemukan maloklusi pada anak, perawatan yang dianjurkan oleh dokter gigi anak bisa berupa perawatan preventif (jika ditemukan secara dini atau tahap maloklusi ringan), maupun perawatan yang bersifat korektif pada kasus sedang-berat.
Perawatan preventif bertujuan untuk mengoreksi maloklusi yang sudah terjadi sejak dini dan tidak berkembang menjadi lebih parah. Sedangkan perawatan korektif bertujuan untuk mengembalikan hubungan antara gigi atas dan bawah, gigi dan rahang, atau antara rahang atas rahang dan bawah, sehingga posisinya menjadi normal.
Salah satu metode perawatan korektif untuk kondisi maloklusi yaitu dengan perawatan ortodonti. Metode perawatan ortodonti pada anak bisa berupa penggunaan alat lepasan (removable orthodontic appliances) atau pun alat cekat (fixed orthodontic appliances).
Salah satu contoh perangkat ortodonti yang dapat dilepas dan dipasang sendiri oleh anak adalah myofunctional orthodontics atau Myobrace. Alat ini bisa digunakan mulai usia 6 sampai 12 tahun, baik pada periode gigi susu atau gigi sulung, maupun periode gigi bercampur.
Sedangkan, pada anak usia lebih dari 12 tahun, yaitu pada periode gigi permanen, perawatan yang umumnya digunakan ialah alat ortodonti cekat yang dikenal dengan braces atau pemasangan kawat gigi.
Selain itu, dokter gigi anak juga mungkin menyarankan pencabutan atau ekstraksi gigi apabila gigi si Kecil sangat berjejal. Tujuan pencabutan gigi adalah untuk memberikan ruang bagi gigi tetap agar dapat bertumbuh dengan normal.
Selain itu, ekstraksi gigi juga dapat dilakukan menjelang pemasangan behel atau kawat gigi. Dengan begitu susunan gigi si Kecil dapat diperbaiki lebih optimal.
Dalam sebagian besar kasus, maloklusi disebabkan oleh kebiasaan buruk yang dimiliki anak, seperti menghisap jempol dan tongue thrusting (lidah mendorong gigi saat menelan). Oleh sebab itu, dokter juga dapat merekomendasikan terapi perilaku untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti ini.
Terapi perilaku sendiri tidak bisa dijadikan metode penanganan utama untuk maloklusi. Akan tetapi, terapi perilaku dapat membantu mencegah perparahan kondisi dan mendukung metode penanganan lain yang dilakukan oleh dokter.
Pembedahan merupakan salah satu opsi paling akhir yang dapat disarankan oleh dokter gigi. Tindakan bedah biasanya hanya akan disarankan apabila anak memiliki kondisi maloklusi berat akibat ketidakseimbangan tulang rahang, seperti underbite atau overbite.
Baca juga: Ketahui Penyebab Perubahan Warna Gigi dan Cara Mengatasinya
Beruntungnya, maloklusi pada anak dapat dicegah. Berikut ini adalah langkah preventif yang dapat Anda lakukan untuk menjaga susunan gigi si Kecil agar tetap rapi dan pertumbuhannya optimal:
Agar maloklusi pada anak dapat terdeteksi secara dini, sebaiknya anak melakukan pemeriksaan gigi rutin minimal setiap 4 bulan sekali. Pemeriksaan gigi ini bisa dimulai sejak anak berusia 1 tahun agar kesehatan gigi dan mulut anak selalu terjaga dengan baik, serta terbentuk perilaku positif anak terhadap perawatan gigi.
Rutin memeriksakan gigi ke dokter gigi anak segera setelah gigi tumbuh juga dapat menghindarkan anak dari kerusakan gigi yang lebih parah. Jangan sampai senyum menawan si Kecil terkikis oleh gangguan kesehatan gigi.
Baca juga: Senyum Indah Gigi Sempurna
Langkah awal yang penting adalah memastikan anak menjalani pemeriksaan gigi secara rutin sejak usia dini, biasanya sejak anak berusia 1 tahun. Selain itu, orang tua juga disarankan untuk tidak membiasakan anak untuk menghisap jari, bernapas lewat mulut, ataupun menggunakan dot di usia lebih dari 2 tahun.
Kebiasaan buruk seperti mengisap jari, penggunaan dot berlebihan, serta bernapas lewat mulut dapat menyebabkan maloklusi pada anak. Selain itu, kebiasaan menggigit kuku, menekan lidah ke gigi depan saat berbicara atau menelan, dan kebiasaan makan terlalu keras atau terlalu lembut juga bisa berkontribusi gangguan susunan gigi dan rahang.
Maloklusi pada anak sebaiknya diperbaiki agar fungsi menggigit dan berbicara anak tetap optimal. Jika dibiarkan, maloklusi bisa menyebabkan masalah kesehatan mulut, seperti kerusakan gigi, gusi, dan nyeri otot rahang. Selain itu, maloklusi juga dapat memengaruhi penampilan dan kepercayaan diri anak.
Jika dibiarkan, maloklusi bisa menyebabkan berbagai masalah, seperti kesulitan berbicara dan kesulitan mengunyah. Tidak hanya demikian, kondisi ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya karies, penyakit gusi, dan kerusakan gigi pada anak.