Deteksi Kelainan Jantung Bawaan pada Bayi Sejak Dalam Kandungan

Kamis, 14 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Tak perlu khawatir jika curiga ada kelainan jantung pada buah hati tercinta

Deteksi Kelainan Jantung Bawaan pada Bayi Sejak Dalam Kandungan

Sampai saat ini, masih sangat sedikit kasus penyakit jantung bawaan (PJB) yang telah diketahui sejak awal kelahiran. Para dokter biasanya baru bisa mendeteksi adanya PJB pada bayi jika ia memperlihatkan gejala atau tanda yang khas saat baru lahir.


Seperti terlihat tanda kebiruan (sianosis) pada kulit, menunjukkan sejumlah gejala gagal jantung, ataupun terdengar bunyi yang tidak lazim pada jantung.


Perlu diketahui bahwa kelainan bawaan merupakan suatu akibat dari proses multi faktorial saat kehamilan yang tidak semua diketahui penyebabnya. Kelainan bawaan (birth defect) dapat terjadi pada jantung saat masa pembentukan organ pada usia kehamilan 8-16 minggu.


Sementara PJB adalah kelainan kongenital pada struktur anatomi jantung dan atau pembuluh darah (kardiovaskular), atau konduksi listrik (aritmia). Lantas, apakah PJB dapat diketahui sejak dini bahkan sebelum bayi dilahirkan?


Pemeriksaan Fetal Echocardiography

Kelainan struktur maupun konduksi listrik jantung sudah dapat diketahui sejak janin berusia 16 minggu. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan akan melakukan skrining ultrasonografi kehamilan, untuk dapat melihat adanya kecurigaan terdapat kelainan jantung janin.


Pemeriksaan ini merupakan suatu skrining pre-natal yang mulai dilakukan saat usia kehamilan 18-22 minggu menurut International Ultrasound Obstetric and Gynecology (ISUOG).


Jika terdapat kecurigaan PJB, maka dokter spesialis kebidanan dan kandungan atau subspesialis fetomaternal dapat bekerja sama dengan dokter spesialis anak konsultan kardiologi anak untuk membahas mengenai kondisi jantung janin sekaligus persiapan kelahiran bayi.


Pemeriksaan fetal echocardiography akan dilakukan oleh dokter spesialis anak konsultan kardiologi anak untuk menentukan diagnosis dan rencana penanganan bayi setelah lahir. Perawatan bayi baru lahir dengan PJB akan melibatkan beberapa dokter spesialis, seperti dokter spesialis anak konsultan neonatalogi, dan dokter spesialis bedah jantung anak.


Baca juga: Jaga Jantung Hati


Tanda dan Gejala Bayi dengan PJB

Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai pada bayi dengan kemungkinan PJB terutama adalah adanya napas yang cepat, saat disusui tidak dapat mengisap ASI dalam waktu cukup lama, pertambahan berat badan lambat, dan terdapat sianosis (kebiruan).


PJB dapat digolongkan menjadi PJB sianotik dan asianotik. Oleh karena itu, PJB pada bayi tidak selalu harus disertai dengan sianosis atau tampak biru. Tanda sianosis sentral yang disebabkan PJB sianotik adalah pada bagian bibir sebelah dalam atau mukosa bukal, lidah, dan gusi.


Sedangkan pada PJB asinotik, pemeriksaan fisik ditandai dengan bising jantung yang abnormal. Dokter spesialis anak konsultan kardiologi anak seringkali mendapatkan rujukan dari dokter umum maupun dokter spesialis anak jika terdengar bising jantung abnormal atau heart murmur.


Pemeriksaan non-invasif yang dapat menentukan kelainan jantung bayi adalah echocardiography trans torakal. Pemeriksaan ini tidak memaparkan radiasi, sehingga aman bagi bayi dan anak. Waktu pemeriksaan berkisar 30-60 menit, bergantung pada kompleksitas kelainan struktur anatomi jantung.


Jika bayi atau anak menangis atau memberontak, maka dibutuhkan sedasi ringan atau obat tidur yang diminum, dengan lama kerja obat sekitar 1 jam.


Pemeriksaan PJB dilengkapi dengan pemeriksaan rontgen toraks dan elektrokardiografi. Kedua pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan adanya pengaruh pada sistem respirasi (paru-paru dan jalan napas) serta sistem konduksi jantung.


Setelah dilakukan echocardiography trans torakal, maka semua hasil pemeriksaan dan riwayat perjalanan penyakit akan memberi keputusan diagnosis PJB dan rencana tindakan atau penanganan yang akan dilakukan selanjutnya.


Baca juga: Deteksi Dini Kelainan Jantung pada Dewasa Muda


Faktor Risiko Penyakit Jantung Bawaan

Penyebab terjadinya kelainan struktur jantung selama proses pembentukan janin belum diketahui secara pasti. Namun, ada sejumlah kondisi ibu hamil yang dapat meningkatkan risiko munculnya penyakit jantung bawaan pada bayi, antara lain:


  • Memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung bawaan atau penyakit akibat kelainan genetik, seperti down syndrome
  • Menderita diabetes tipe 1 atau 2 yang tidak terkontrol
  • Mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan merokok saat hamil
  • Mengalami infeksi virus, misalnya rubella, pada trimester pertama kehamilan
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu selama hamil, seperti obat anti-kejang dan obat anti-jerawat golongan retinoid, tanpa petunjuk dokter
  • Riwayat kematian mendadak di usia muda pada anggota keluarga


Baca juga: Deteksi Kelainan Jantung Sedini Mungkin


Apakah Semua PJB Harus Menjalani Operasi Jantung?

Bayi dan anak dengan PJB tidak selalu harus menjalani operasi jantung. Tindakan intervensi kardiologi anak dapat dibagi menjadi dua, yaitu intervensi bedah dan intervensi non-¬bedah. Selain intervensi, terdapat terapi pemberian obat-obatan seperti pada kasus kelainan otot jantung (kardiomiopati) dan hipertensi pulmonal yang tidak diketahui penyebabnya.


Intervensi non-bedah dapat dilakukan pada kasus patent ductus arterious, atrial septal defect, dan ventricular septal defect (VSD) tipe tertentu. Pelaksanaan intervensi non-bedah dilakukan di ruang kateterisasi jantung dan memerlukan sedasi umum.


Tindakan operasi pada penyakit jantung bawaan memiliki peluang keberhasilan yang cukup baik. Dokter spesialis anak konsultan kardiologi anak telah berhasil menangani kasus PJB sederhana dan PJB kompleks di Indonesia.


Pelaksanaan bedah jantung anak melibatkan banyak dokter spesialis, baik sebelum operasi maupun setelah tindakan operasi. Peran ahli kardiologi intensivist dan anestesi kardiovaskular sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan operasi sampai pasien dapat dipulangkan.


Penegakan diagnosis PJB di Indonesia telah sangat berkembang dengan hadirnya teknologi deteksi sejak masa janin. Jika telah terdeteksi, tindakan penanganan PJB pada bayi dan anak dapat direncanakan dan dilakukan, baik secara intervensi bedah maupun intervensi non-bedah, dengan angka keberhasilan yang baik.