Obesitas memicu resistensi insulin karena lemak berlebih, sehingga gula darah sulit dikontrol, akhirnya meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Tubuh gemuk, atau bahkan obesitas, tidak sekadar menghambat ketika melakukan ativitas harian. Berat tubuh berlebih juga meningkatkan risiko seseorang menderita beragam penyakit, termasuk diabetes. Hal ini terjadi karena lemak yang menumpuk di dalam tubuh menurunkan sensitivitas tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Pada awalnya, pankreas bereaksi dengan memproduksi lebih banyak insulin. Tetapi, jika terus berlanjut, pankreas akan mencapai titik lelah dan terjadilah kondisi yang disebut diabetes. Karenanya, tingkat risiko diabetes pada orang dengan berat badan berlebih akan lebih tinggi dibanding orang dengan berat badan normal.
Secara umum, yang disebut obesitas adalah kondisi tubuh dengan penumpukan lemak yang berlebih. Cara pengukuran kadar lemak yang akurat adalah dengan CT-scan atau MRI. Namun, mengingat pemeriksaan dengan alat ini tidaklah murah dan hanya tersedia di tempat tertentu seperti rumah sakit saja, maka cara lain yang digunakan adalah dengan pengukuran indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi badan (dalam meter).
IMT disebut normal jika hasilnya berada di rentang 18 – 22,9, disebut berlebih pada rentang 23– 25, obesitas 1 pada rentang 25 – 30, dan obesitas 2 jika berada di atas 30 dalam satuan kg/m2. Ada empat faktor yang membuat seseorang mengalami obesitas, yaitu asupan berlebih, penggunaan energi yang kurang, genetik, dan penyakit dengan faktor pertama dan kedua yang paling banyak terjadi.
Perjalanan obesitas menjadi diabetes terjadi melalui beberapa tahap. Tahap awal, akibat resistensi insulin, gula darah mulai meningkat tapi belum menimbulkan gejala. Tahap ini disebut pre-diabetes yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan berada di atas kisaran normal, tetapi belum sampai pada kriteria diabetes.
Tahap berikutnya disebut diabetes, yaitu kadar gula darah puasa dan atau sesudah makan sudah sampai pada kriteria diabetes. Pada tahap ini, mulai ada gejala, antara lain sering buang air kecil, banyak minum, banyak makan, tapi berat badan turun.
Bagi seseorang dengan berat tubuh berlebih, hal pertama yang dilakukan agar terhindar dari diabetes adalah mencari tahu faktor penyebab kegemukan yang dialaminya. Informasi ini diperlukan untuk menentukan tata laksana penurunan berat badan.
Bukan sekadar menghindarkan dari diabetes, penurunan berat badan juga akan memperkecil berbagai risiko penyakit, seperti serangan jantung, darah tinggi, kolesterol, dan sebagainya. Secara umum, ada lima hal yang perlu dilakukan untuk menurunkan berat badan:
Jika cara pertama hingga keempat tidak berhasil, dapat dipertimbangkan (bila memenuhi syarat) untuk menjalani tindakan bedah bariatrik, yakni operasi pemotongan usus.
Diabetes kerap disebut sebagai penyakit yang 'tenang tapi menghanyutkan'. Meski kadar gula meningkat, pada masa awal, seseorang tidak merasakan gejala tertentu. Gejala seperti sering terbangun malam hari karena ingin buang air kecil, berat badan turun, dan terus merasa lapar meski sudah makan banyak, baru akan terjadi bila kadar gula tinggi dalam kurun waktu yang cukup lama, itu berarti sudah masuk dalam fase diabetes.
Sampai dengan saat ini, belum ada pengobatan yang dapat membuat seseorang yang sudah berada pada fase diabetes menjadi kembali normal. Sementara, jika diketahui pada fase pre-diabetes, dapat dikelola dan dikembalikan ke fase normal. Deteksi pada fase pre-diabetes dapat dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Jadi, jangan tunggu sampai timbul gejala.