Trombosis dan DVT, Si Darah Beku Penyebab Kematian

Minggu, 03 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, perhatian pada morbiditas dan mortalitas akibat trombosis mengalami peningkatan

Trombosis dan DVT, Si Darah Beku Penyebab Kematian

Sang “Sindrom Kelas Ekonomi”

Satu studi di Inggris menunjukkan bahwa angka kematian akibat emboli paru di ruang kedatangan pesawat memiliki risiko relatif 6 kali lebih tinggi daripada di ruang keberangkatan. \


Kematian mendadak wanita muda (usia 28 tahun) pada penerbangan Singapore Airlines dari Singapura ke London pada Desember 2001, diduga akibat ‘sindrom kelas ekonomi’, yaitu terbentuknya bekuan darah pada tungkai akibat tidak digerakkan untuk waktu yang lama.


Peristiwa ini menunjukkan bahwa sindrom trombosis tersebut dapat terjadi pada semua usia.


Trombosis terjadi sebagai akibat interaksi faktor genetik, lingkungan dan kebiasaan hidup seseorang. Trombosis dapat terbentuk pada arteri (pembuluh nadi) atau vena (pembuluh balik).


Trombosis berperan akan timbulnya serangan jantung, stroke, tromboemboli vena (VTE) dengan emboli paru, dan terjadinya emboli pada pasien dengan fibrilasi atrium. Trombosis juga dapat mengakibatkan kelumpuhan, kebutaan (trombosis pembuluh retina mata), wanita yang tidak dapat memiliki anak pada sindrom antifosfolipid (APS), dan keguguran berulang akibat trombosis pembuluh plasenta.


Trombosis arteri berhubungan dengan kondisi menahun, seperti atherosclerosis, yang dapat mengakibatkan kondisi serius seperti stroke dan serangan jantung.


Trombosis vena dalam (DVT, deep vein thrombosis) adalah terbentuknya bekuan darah (trombus) pada vena dalam, biasanya di tungkai. Bekuan darah dapat terbentuk pada vena permukaan (superfisial) dan vena dalam. Bekuan yang disertai inflamasi pada vena superfisial (tromboflebitis) jarang menimbulkan masalah.


Bekuan pada vena dalam (DVT) memerlukan penanganan khusus yang segera. DVT menjadi fatal karena bekuan ini dapat lepas, ikut dengan aliran darah, dan menyumbat pembuluh yang halus di paru (emboli paru). DVT juga dapat membawa masalah jangka panjang akibat kerusakan vena, misalnya nyeri dan bengkak pada daerah tungkai disertai perubahan warna kulit.


Istirahat Terlalu Lama

Beberapa faktor risiko utama terjadinya DVT adalah istirahat (bed rest) lama seperti perawatan di rumah sakit, adanya hiperkoagulasi (aktivitas sistem pembekuan darah berlebihan) akibat faktor genetik tidak normal, operasi ortopedi (panggul dan lutut), operasi rongga dada dan perut pada penderita kanker, pengobatan kanker (kemoterapi), kelumpuhan akibat trauma tulang belakang, dan pemakaian kateter vena sentral di ruang rawat intensif (ICU).


Studi di Swedia melaporkan 19 persen pasien dengan trombosis juga menderita kanker saat didiagnosis. Kanker yang paling sering berhubungan dengan trombosis adalah kanker darah (leukemia, limfoma), kanker paru, dan kanker saluran cerna. Adanya metastasis pada kanker stadium lanjut akan meningkatkan risiko trombosis sampai 20 kali lipat.


Faktor risiko lain yang juga harus diperhatikan adalah berat badan berlebih (overweight), perokok, usia di atas 40 tahun, kehamilan, perjalanan panjang dengan mobil atau pesawat udara, penggunaan pil anti-hamil dan terapi hormon pengganti (hormone-replacement therapy), obat raloxifen untuk osteoporosis, dan tamoxifen untuk kanker payudara.


Di Inggris, setiap rumah sakit kini diwajibkan untuk menetapkan tingkat risiko VTE (venous thromboembolism) pada semua pasien yang dirawat, sebagai bagian dari peningkatan keamanan perawatan (patient safety).


Pengencer Darah

Pengobatan DVT dapat dilakukan dengan pemberian antikoagulan atau obat ‘pengencer darah’ (blood thinners), seperti heparin dan warfarin, untuk mencegah trombus membesar, lepas, dan ikut aliran darah sebagai emboli.


Heparin yang diberikan sebagai terapi awal DVT dapat menurunkan angka kematian akibat emboli paru 60–70 persen. Penggunaan obat anti-koagulan memerlukan waktu minimal beberapa bulan sebelum boleh dihentikan, dengan dosis yang disesuaikan menurut hasil pemeriksaan laboratorium berkala.


Pemakaian antikoagulan yang tepat dapat menurunkan angka kekambuhan trombosis dalam 3 bulan pertama. Saat menggunakan warfarin, perlu didukung pola makanan yang bervitamin K tinggi seperti sayuran hijau (bayam dan brokoli), teh hijau, hati sapi, dan hati ayam.


Penting untuk diingat adalah pencegahan trombosis dengan antikoagulan pada kelompok orang berisiko tinggi, lebih bermanfaat dibanding menunggu timbulnya trombosis dan mengobatinya.


Pasien dan keluarga juga harus memahami risiko setiap cara pengobatan yang digunakan, dan bila perlu selalu meminta pendapat dokter ahli lain (second opinion).