Solusi Cedera Urat Sendi Lutut dengan Double Bundle Reconstruction

Rabu, 16 Oktober 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstruction memperbaiki cedera ACL dengan mengganti ligamen yang rusak menggunakan dua graft untuk kestabilan lutut optimal.

Solusi Cedera Urat Sendi Lutut dengan Double Bundle Reconstruction

Lutut adalah sendi terbesar yang ada pada tubuh manusia. Dalam aktivitas sehari-hari, sendi ini mempunyai fungsi penting untuk bergerak, berjalan, berlari, atau melompat. Sendi lutut tersusun atas:


  • Tulang: tulang paha, tulang kering, dan tulang tempurung
  • Otot: kelompok otot di bagian depan (ekstensor) yang berfungsi untuk meluruskan sendi lutut dan kelompok otot di bagian belakang (fleksor) yang berfungsi melipat lutut
  • Tulang rawan sendi: pelapis tulang di dalam sendi sehingga sendi dapat bergerak dengan mulus
  • Meniskus: bantalan sendi yang menjaga agar distribusi beban pada lutut jadi merata
  • Urat atau ligamen


Ada dua kelompok ligamen di lutut, yakni kelompok ligamen di luar sendi dan kelompok ligamen di dalam sendi. Kelompok ligamen di dalam sendi ada dua, yaitu Anterior Cruciate Ligament (ACL) yang berada di depan dan Posterior Cruciate Ligament (PCL) yang berada di belakang.


Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah urat di dalam sendi yang menjaga kestabilan sendi lutut agar sendi lutut tidak bergeser ke arah depan. Cedera ACL sering terjadi pada olah raga high-impact, seperti sepak bola, futsal, tenis, bulu tangkis, bola basket, dan olah raga bela diri.


Pada umumnya, ACL dapat cedera pada keadaan ketika seorang sedang lari dan kemudian mendadak berhenti yang dilanjutkan berputar arah, sehingga menyebabkan lutut terpuntir atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terpuntir.


Pada saat cedera, biasanya akan terdengar suara seperti ada yang patah dalam sendi. Saat itu, tiba-tiba pasien merasa ‘kehilangan tenaga’ dan langsung jatuh. Kadang-kadang, setelah beberapa saat, pasien dapat berjalan kembali tetapi pincang.


Sendi lutut menjadi sulit digerakkan karena nyeri dan diikuti dengan bengkak. Namun seringkali, setelah cedera satu hingga dua hari, pasien dapat berjalan seperti biasa. Keadaan ini bukan berarti ACL sudah sembuh. Pada perkembangannya, pasien akan merasakan bahwa lututnya tidak stabil, gampang ‘goyang’, dan sering timbul nyeri.


Pasien dengan cedera ACL dapat menjalani hidup seperti biasa, misalnya berjalan, namun akan sulit melakukan aktivitas high-impact, misalnya lari atau lompat. Bahkan, kadang-kadang aktivitas turun-naik tangga juga sudah sangat mengganggu karena lutut terasa nyeri.


Sekali saja ACL putus, jangan berharap akan sembuh dengan sendirinya. Jika dibiarkan, maka tulang rawan sendi lutut akan rusak sehingga menimbulkan perkapuran sendi pada usia dini. Pada penderita cedera ACL di bawah usia 40 tahun, karena aktivitas masih sangat tinggi, operasi adalah pilihan yang baik.


Operasi untuk cedera ACL yang sekarang dilakukan adalah dengan teknik arthroscopy, yakni operasi bedah sayatan kecil di mana seluruh prosedur dilakukan dengan menggunakan kamera, tidak ada luka besar pada lutut. Sebelum tahun 2000, operasi ACL, atau yang lebih dikenal sebagai ACL reconstruction surgery, dilakukan dengan menggunakan satu buah urat pengganti (graft).


Operasi Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstruction

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama dengan banyak penelitian mengenai anatomi ACL, maka berkembang teknik baru operasi ACL rekonstruksi, yaitu Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstruction. Teknik operasi ini mulai popular di dunia sejak 2005. Pada prinsipnya, operasi ini menggunakan dua buah urat pengganti (grafts) untuk mengganti ACL yang rusak.


Teknik operasi ini sangat populer di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Jepang. Dengan teknik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien. Saat ini, teknik operasi ini dipakai sebagai standar untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia, seperti Tiger Wood.


Setelah operasi, pasien dapat langsung merasakan lututnya sangat stabil dan kira-kira setelah enam bulan rehabilitasi, pasien dapat kembali melakukan aktivitas high-impact sports.