Fibrilasi Atrium dan Risiko Stroke

Minggu, 03 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Tahukah Anda bahwa denyut jantung yang tidak teratur bisa menjadi risiko terjadinya stroke? Ternyata ada penyakit irama jantung (aritmia) yang bisa menyebabkan stroke, yaitu fibrilasi atrium

Fibrilasi Atrium dan Risiko Stroke

Apa Itu Fibrilasi Atrium?

Fibrilasi atrium adalah gangguan irama jantung di mana serambi jantung berdenyut sangat cepat (> 300 kali/menit) dan tidak beraturan, sehingga bilik jantung yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh juga terganggu irama kontraksinya.


Akibat dari denyut yang sangat cepat tersebut, serambi jantung hanya seperti bergetar, yang mengakibatkan aliran darah menjadi sangat lambat dan mempermudah terbentuknya gumpalan darah.


Apabila gumpalan darah yang terbentuk ini masuk ke dalam bilik jantung dan dipompakan ke seluruh tubuh, terutama ke pembuluh darah otak, maka dapat menyebabkan stroke akut. Stroke yang diakibatkan oleh fibrilasi atrium biasanya lebih berat dan menyebabkan gejala sisa ataupun kecacatan yang lebih berat bahkan kematian bila dibandingkan dengan penyebab stroke yang lain.


Kontraksi jantung yang cepat juga terjadi di bilik jantung, sehingga untuk waktu yang lama bisa menyebabkan kegagalan bilik kiri untuk memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh, yang disebut sebagai tanda gagal jantung. Irama jantung yang tidak teratur juga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang yang menderita fibrilasi atrium.


Faktor Risiko dan Klasifikasi Fibrilasi Atrium

Faktor risiko utama terjadinya fibrilasi atrium adalah usia. Semakin bertambahnya usia, maka risiko terjadinya fibrilasi atrium semakin tinggi. Seseorang yang berusia diatas 40 tahun mempunyai risiko 25 persen untuk mendapatkan fibrilasi atrium seumur hidupnya.


Faktor risiko lain seperti penderita hipertensi, diabetes, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, penyakit tiroid, penyakit paru kronis, sleep apnea, dan konsumsi alkohol.


Rentang waktu terjadinya fibrilasi atrium juga bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:


  1. Fibrilasi atrium paroksismal: bila hanya muncul sesekali dan berlangsung dalam hitungan menit atau jam, lalu dengan sendirinya kembali lagi menjadi irama yang normal.
  2. Fibrilasi atrium persisten: bila timbul lebih lama dan terus menerus selama 1 minggu atau lebih.
  3. Fibrilasi atrium long lasting persisten: bila dibiarkan terus tanpa pengobatan, dan berlangsung lebih dari 1 tahun.
  4. Fibrilasi atrium permanen: pasien fibrilasi atrium long lasting persisten yang sudah tidak lagi bisa dikembalikan iramanya menjadi normal baik oleh pengobatan ataupun tindakan, karena sudah terlalu lama dibiarkan tanpa pengobatan.


Gejala Fibrilasi Atrium

Gejala yang paling sering dirasakan penderita fibrilasi atrium adalah berdebar-debar, biasanya debaran jantung cepat dan tidak teratur.


Sedangkan gejala lain dapat berupa:


  • Cepat lelah bila aktivitas,
  • Sesak napas,
  • Nyeri kepala, pusing, ataupun keleyengan,
  • Nyeri dada, dan
  • Bisa sampai pingsan bila denyut nadi terlalu cepat atau lambat.


Bagaimana Mengetahui Seseorang Menderita Fibrilasi Atrium

Deteksi dini fibrilasi atrium bisa dilakukan dengan cara yang cukup simpel yaitu MENARI, singkatan dari meraba nadi sendiri. Perabaan dilakukan dengan 2-3 jari pada pangkal pergelangan tangan atau leher dan dirasakan denyut nadi. Yang dinilai adalah apakah denyut nadi teratur, dan dihitung ada berapa kali denyut dalam 1 menit.


Bila ditemukan denyut jantung yang tidak teratur antara satu denyut ke denyut selanjutnya, irama denyut kurang dari 60 kali per menit atau lebih 100 kali per menit, maka sebaiknya periksakan diri Anda ke dokter jantung untuk evaluasi lanjutan.


Pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan misalnya elektrokardiogram (EKG), Holter monitoring (mengevaluasi irama jantung dalam periode tertentu, 1-7 hari), dan pemasangan implantable loop recorder (ILR).


Alat EKG sangat praktis dan umumnya tersedia di semua rumah sakit/klinik. Sayangnya, pada kejadian fibrilasi atrium paroksismal, kadang-kadang tidak dapat terdeteksi dengan EKG, dan harus dilakukan monitoring yang lebih lama yaitu dengan pemasangan Holter.


Sedangkan pada kejadian aritmia yang sangat jarang, bisa dilakukan pemasangan ILR yang ditanam di bawah kulit dinding dada depan. Alat ini dapat merekam irama jantung bahkan selama 3 tahun.


Pengobatan Fibrilasi Atrium

Tujuan utama dari pengobatan pasien dengan fibrilasi atrium adalah pencegahan risiko stroke, mengembalikan irama jantung ke irama normal, dan kontrol dari denyut jantung di bawah 100 kali per menit.


Pencegahan stroke dilakukan dengan memberikan obat antikoagulan pada pasien yang berisiko stroke sedang sampai tinggi, dengan menghitung skor risiko stroke. Pada pasien yang tidak bisa minum obat pengencer darah dikarenakan alergi atau terjadinya perdarahan, maka bisa diupayakan tindakan untuk menutup apendiks dari serambi kiri dengan alat secara non-bedah.


Untuk pengendalian irama, bisa diberikan obat-obatan anti-aritmia yang menurunkan denyut jantung dan mengembalikan ke irama jantung normal. Bila kendali irama ini tidak berhasil, dapat dilakukan kateter ablasi untuk mengembalikan irama jantung menjadi normal.


Kateter ablasi adalah tindakan intervensi non-bedah dengan menggunakan beberapa kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah vena di pangkal paha, sampai ke jantung, dan dilakukan pemberian energi panas untuk mematikan impuls-impuls listrik yang abnormal.


Tindakan ini cukup efektif dibandingkan dengan obat-obatan untuk mengembalikan irama jantung menjadi normal kembali.


Agar terhindar dari berbagai masalah kesehatan, sebaiknya terapkan selalu pola hidup SEHAT, yang merupakan singkatan dari Seimbangkan gizi dan berat badan normal, Enyahkan rokok, Hadapi dan atasi stres, Awasi tekanan darah, kolesterol dan gula darah, serta Teratur berolahraga.