MRA: Agar Tak Terserang Stroke

Senin, 30 September 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Manfaat pemeriksaan MRA dapat mendeteksi faktor risiko stroke seperti stenosis (pembuluh darah menyempit) dan kelainan pembuluh darah (aneurisma).

MRA: Agar Tak Terserang Stroke

Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, pada 2014, stroke menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia, menggeser penyakit jantung. Sebuah kondisi yang menakutkan, tapi bukan berarti tidak dapat dihindari.


Perkembangan teknologi di dunia kesehatan telah memungkinkan untuk dilakukannya penanganan sedini mungkin sebelum terjadi stroke. Magnetic resonance angiography (MRA) menjadi salah satu alat yang digunakan untuk melakukan tindakan deteksi dini tersebut.


Kenali Gejala Stroke

Ada dua jenis stroke, yaitu stroke pendarahan dan stroke sumbatan. Gejala stroke pun berbeda-beda pada setiap pasien, tergantung pada bagian pembuluh darah yang terkena, besarnya penyumbatan aliran darah, serta pendarahan yang terjadi.


Sebagai contoh, bila penyumbatan terjadi di area bicara, seketika dapat menyebabkan seseorang menjadi tak bisa bicara dan tak dapat mengatur kata-katanya. Gejala stroke lain adalah lumpuh mendadak, kepala pusing berputar-putar (vertigo), tak bisa melihat, dan mengalami mati rasa.


Sering pingsan, blackout, atau kehilangan kesadaran juga patut diwaspadai sebagai gejala dari stroke.


Kenapa MRA?

MRA atau magnetic resonance angiography merupakan pemeriksaan radiologi yang memanfaatkan magnetic resonance khusus untuk pembuluh darah (vaskuler). Pemeriksaan dengan MRA bisa dilakukan pada bagian tubuh mana saja, selama pada bagian tubuh tersebut terdapat pembuluh darah–terutama pembuluh darah besar.


Termasuk dalam pemeriksaan non-invasive, MRA dapat memberikan pencitraan pembuluh darah tanpa atau dengan sedikit bahan kontras dalam waktu lebih singkat. Tanpa atau sedikitnya bahan kontras yang digunakan membuat pemeriksaan ini sangat berguna bagi orang yang alergi terhadap bahan kontras pada uji X-ray konvensional.


Kapan Harus Melakukan MRA?

Pemeriksaan MRA dapat mendeteksi faktor risiko stroke, seperti stenosis (pembuluh darah yang menyempit) dan kelainan pembuluh darah (aneurisma atau arteriovenous malformation). Seseorang dianjurkan melakukan pemeriksaan MRA jika memiliki gejala seperti sakit kepala berdenyut-­denyut yang sering timbul berulang-ulang di tempat yang sama, dan/atau semakin lama semakin sakit (progressive).


Selain itu, karena merupakan pemeriksaan non-invasive tanpa radiasi dan tanpa atau sedikit menggunakan bahan kontras, MRA dapat dilakukan untuk skrining. Seseorang tidak perlu menunggu ada tanda atau gejala khusus untuk melakukan pemeriksaan MRA. Hal ini salah satunya untuk mengetahui ada-tidaknya aneurisma (kelainan pembuluh darah yang dibawa sejak lahir) di dalam tubuh. Pecahnya aneurisma dapat terjadi pada usia berapapun.


Jika terdeteksi adanya faktor risiko stroke, tindakan medis pun dapat segera dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Seperti, jika diketahui adanya aneurisma atau arteriovenous malformation (AVM), dapat dilakukan coiling atau clipping. Atau, jika diketahui adanya sumbatan pembuluh darah atau stenosis, dapat dilakukan stent.


FAQ MRA


Apa Bedanya MRA dan MRI?

MRA (Magnetic Resonance Angiography) dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) sama-sama menggunakan magnet, tapi MRA fokus memeriksa pembuluh darah, sedangkan MRI digunakan untuk melihat jaringan tubuh seperti otot, tulang, atau organ.


Berapa Lama MRA?

MRA biasanya memakan waktu sekitar 30 hingga 60 menit, tergantung area yang diperiksa. Selama prosedur, pasien harus berbaring diam agar hasilnya jelas dan akurat.


Bagaimana MRA Dilakukan?

MRA dilakukan dengan pasien berbaring di dalam mesin yang menggunakan magnet besar untuk mengambil gambar pembuluh darah. Kadang-kadang disuntik zat kontras agar gambarnya lebih jelas. Prosedurnya tidak sakit, tapi pasien harus tetap diam selama pemeriksaan.