Perbedaan trauma dan PTSD bisa dilihat dari lamanya gejala yang dialami oleh penderita dan cara pengobatan yang berbeda. Simak penjelasan selengkapnya di sini!
Trauma dan PTSD adalah dua kondisi yang sering dianggap sama. Padahal, kedua kondisi ini memiliki perbedaan. Secara definisi, trauma merupakan respons emosional atau psikologis terhadap suatu peristiwa yang menyakitkan, seperti kecelakaan, kekerasan fisik maupun seksual (termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual), bencana alam, pengkhianatan dalam percintaan, atau patah hati.
Sementara PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang dipicu oleh peristiwa yang menyakitkan, menakutkan, bahkan mengerikan. PTSD adalah trauma yang menjadi lebih parah ketika tidak mendapatkan pengobatan secara tepat.
Berikut ini adalah perbedaan trauma dan PTSD yang perlu diketahui:
Secara definisi, trauma dan PTSD tidaklah sama. Trauma adalah respons psikologis seseorang setelah mengalami peristiwa yang sangat menegangkan, menyakitkan, bahkan menakutkan. Kondisi ini bisa terjadi sekali atau akut, karena 1 kondisi, maupun beberapa kali, karena kejadian yang kompleks, tetapi umumnya bisa sembuh dengan sendirinya, khususnya untuk trauma bergejala ringan dan sedang.
Di sisi lain, PTSD (post-traumatic stress disorder) adalah gangguan mental yang berkembang dari trauma yang parah dan sangat mengganggu. PTSD merupakan gangguan mental yang spesifik sehingga membutuhkan pengobatan dari dokter spesialis kedokteran jiwa.
Trauma umumnya menimbulkan gejala yang lebih ringan, antara lain sedih, syok atau kaget, kecewa, takut, dan bingung setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis. Selain itu, penderita trauma juga bisa mengalami mimpi buruk, sulit berkonsentrasi dan mengingat sesuatu, perubahan suasana hati atau perasaan tidak menentu, cenderung menarik diri dari lingkungan dan merasa cemas, sehingga lebih nyaman sendiri.
Gejala PTSD memang agak mirip dengan gejala trauma. Namun,tingkat keparahannya lebih berat dengan durasi yang berlangsung lebih lama dari trauma.
Penderita PTSD umumnya mengalami gejala berikut ini selama 6 bulan setelah kejadian:
Umumnya trauma terjadi dalam durasi yang lebih singkat. Trauma bahkan bisa saja sembuh dengan sendirinya, tentunya dengan menerapkan teknik relaksasi (termasuk meditasi), dan dukungan yang tepat dari keluarga maupun support system.
Namun, penderita PTSD umumnya membutuhkan konsultasi dan penanganan medis lebih lanjut dari dokter spesialis kedokteran jiwa untuk pulih sepenuhnya. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan efek PTSD ini pun lebih lama.
Baca juga: Mengenal OCD: Lebih dari Sekadar Obsesi Akan Kerapihan
Dampak yang dialami oleh penderita trauma tergolong masih ringan jika dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh penderita PTSD.
Sebagai contoh, penderita trauma mungkin mengalami gangguan tidur sementara yang akan berangsur mereda setelah gejala trauma menghilang. Namun, penderita PTSD akan mengalami gangguan tidur kronis karena gejala PTSD dialami dalam waktu yang lama, yakni lebih dari 1 bulan.
PTSD yang tidak segera ditangani dengan tepat sangat berisiko tinggi menimbulkan gangguan mental lainnya, seperti bipolar atau depresi berat, serta kehilangan motivasi untuk menjalani kegiatan sehari-hari, bahkan cenderung memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Penderita trauma bisa sembuh tanpa pengobatan dari dokter. Namun, penderita trauma membutuhkan dukungan sosial dari lingkungan di sekitarnya. Selain itu, faktor gaya hidup, seperti menerapkan pola makan sehat, rutin berolahraga, cukup beristirahat, dan bertemu atau bercerita dengan orang tercinta, turut mempercepat pemulihan penderita trauma.
Sementara penderita PTSD sangat membutuhkan pemeriksaan dan pengobatan dari dokter spesialis kedokteran jiwa. Apalagi jika gejala yang dialami sudah sangat parah bahkan mengancam nyawa diri sendiri.
Melalui pemeriksaan, dokter akan menegakkan diagnosis dan memberikan penanganan yang sesuai dengan kondisi penderita PTSD. Umumnya, penderita PTSD akan menjalani terapi bicara (psikoterapi) untuk mengelola gejala, mengatasi ingatan traumatis, dan mengembalikan rasa aman.
Dokter juga akan meresepkan obat-obatan, seperti antidepresan dan jenis obat-obatan selective serotonin reuptake inhibitor untuk meredakan gejala depresi dan mengatasi masalah tidur pada penderita PTSD.
Itulah perbedaan trauma dan PTSD yang perlu diketahui. Secara sederhana, trauma adalah respons emosional seseorang terhadap kejadian traumatis yang menyebabkan munculnya rasa takut, sedih, kecewa, panik, dan marah.
Sementara PTSD adalah trauma yang berkembang menjadi parah karena tidak terkontrol dengan baik sehingga menyebabkan kecemasan berlebihan, putus asa, dan keinginan untuk menyakiti diri sendiri.
Meski trauma umumnya bisa sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan serius, tetapi sebagian kasus trauma tetap membutuhkan penanganan dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikolog, khususnya jika gejala yang dialami tidak membaik dalam waktu 3 bulan dan muncul gejala PTSD.
Jika mengalami kondisi ini, segera lakukan konsultasi ke dokter spesialis kedokteran jiwa di RS Pondok Indah cabang terdekat untuk mendapatkan penanganan yang sesuai agar Anda bisa kembali beraktivitas tanpa merasa takut dan cemas.
Jangan takut untuk berkonsultasi karena akan dianggap sebagai pribadi yang lemah. Penanganan yang tepat dari dokter spesialis di RS Pondok Indah justru akan membantu Anda maupun orang terdekat dalam mengatasi gangguan kesehatan mental yang Anda alami berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan.
Baca juga: Anxiety Disorder, ketika Kecemasan Sudah Mengganggu Keseharian
Trauma tidak selalu menyebabkan PTSD. PTSD adalah gangguan mental yang dapat terjadi setelah mengalami kejadian traumatis, tetapi tidak semua orang yang mengalami trauma akan mengalami PTSD. Ada berbagai faktor, termasuk faktor individu dan situasional, yang dapat memengaruhi risiko dan perkembangan PTSD.
Jika tidak ditangani, PTSD dapat menyebabkan gangguan serius pada kehidupan sehari-hari. Penderita PTSD mungkin mengalami kecemasan dan stres berlebihan yang dapat membuatnya kesulitan bersosialisasi dan beraktivitas. Dalam jangka panjang, PTSD yang tidak ditangani juga dapat meningkatkan risiko depresi parah hingga potensi bunuh diri.
PTSD bisa muncul segera setelah kejadian traumatis terjadi atau dalam waktu 3 bulan setelah trauma. Namun, dalam beberapa kasus, individu juga mungkin baru mengalami gejala PTSD bertahun-tahun setelah peristiwa traumatis pemicunya terjadi. Kecepatan perkembangan gejala PTSD tergantung pada kondisi mental individu dan situasi di sekitarnya.
Untuk dapat dikatakan menderita PTSD, gejala yang dialami individu harus berlangsung lebih dari satu bulan. Selanjutnya, gejala tersebut dapat dialami dan berulang dalam waktu beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Tanpa penanganan yang tepat, penderita bahkan bisa tetap mengalami PTSD sepanjang hidupnya.
Dalam beberapa kasus, trauma mungkin bisa hilang dengan sendirinya tanpa intervensi medis. Akan tetapi, kebanyakan orang tetap membutuhkan penanganan medis untuk meredakan trauma mereka.
Trauma tidak boleh disepelekan, sebab bila tidak ditangani, efeknya dapat berkembang menjadi gangguan kecemasan, PTSD, depresi, atau gangguan mental lainnya. Jika Anda atau orang terdekat mengalami peristiwa traumatis, sebaiknya segera jadwalkan janji temu dengan dokter spesialis kedokteran jiwa untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Referensi: