Pentingnya Skrining pada Bayi Baru Lahir

Tuesday, 12 March 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Pemeriksaan di masa awal kelahiran dapat menghindarkan buah hati Anda dari kondisi yang merugikan masa depan mereka

Pentingnya Skrining pada Bayi Baru Lahir

Sebelum meninggalkan rumah sakit setelah melahirkan, ada satu skrining yang perlu dilakukan orangtua untuk memastikan kondisi buah hati mereka dari berbagai penyakit. Newborn screening atau neonatus screening (skrining pada bayi baru lahir) merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada 48–120 jam (2–5 hari) setelah kelahiran.


Screening ini dilakukan untuk memeriksa kemungkinan adanya penyakit yang dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan— bahkan beberapa kelainan yang dapat menyebabkan komplikasi serius.


Newborn screening penting dilakukan agar ketika dalam hasil pemeriksaan ditemukan adanya kelainan maka bayi dapat ditangani sejak dini sehingga bayi diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan normal.


Skrining pada bayi baru lahir ada yang rutin, ada pula yang hanya dilakukan pada keadaan khusus. 


5 Pemeriksaan Bayi yang Baru Lahir

Terdapat lima pemeriksaan yang menjadi bagian dalam newborn screening ini: 


1. Screening Pendengaran

Gangguan pendengaran pada bayi dan anak sulit diketahui sejak awal. Selain itu, terdapat periode kritis perkembangan pendengaran dan bicara (dimulai dalam enam bulan pertama kehidupan dan terus berlanjut sampai si kecil berusia dua tahun).


Dan lagi, bayi dengan gangguan pendengaran bawaan atau didapat yang segera diintervensi sebelum usia enam bulan akan memiliki kemampuan berbahasa yang normal pada usia tiga tahun—kemungkinannya menurun jika intervensi dilakukan setelah berusia enam bulan


2. Screening Penglihatan pada Bayi Prematur

Retinopathy of Prematurity (ROP) sering terjadi pada bayi prematur dan merupakan salah satu penyebab kebutaan bayi dan anak di dunia, termasuk di Indonesia. Deteksi terhadap ROP sejak dini memungkinkan dilakukannya terapi yang sesuai untuk mencegah terjadinya kebutaan.


Pemeriksaan ini wajib dilakukan pada kasus kelahiran dengan usia kandungan kurang dari 34 minggu atau berat bayi kurang dari 1.500 gram. Pemeriksaan dapat dilakukan di ruang NICU atau kamar bayi saat bayi berusia satu hari (jika kondisi bayi stabil)


3. Screening hipotiroid

Hipotoroid Kongenital (HK) yang tidak ditangani sejak dini dapat mengakibatkan retardasi mental berat. Sementara, angka kejadian kasus ini bervariasi di antara negara, antara 1:3.000 hingga 1:4.000 kelahiran hidup.


Karenanya, deteksi dini hipotiroid memungkinkan bayi mendapatkan terapi secara dini dan diharapkan memiliki tumbuh kembang yang optimal. Pemeriksaan ini dilakukan saat bayi berusia 48–72 jam.


Baca juga: Cegah Risiko dengan Skrining Berkala

 

4. 17-OH Progesteron (17-OHP)

Pemeriksaan yang dilakukan pada bayi ber usia 48–72 jam ini bertujuan mendeteksi Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK)— kumpulan kelainan yang berhubungan dengan enzim yang diproduksi oleh kelenjar adrenal.


Anak dengan HAK memiliki kelebihan androgen (hormon steroid lelaki), dan pada sebagian kasus tidak memiliki steroid yang cukup untuk mengatur keseimbangan kadar garam dalam tubuh. HAK merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa— umumnya terjadi setelah minggu kedua kelahiran.


Selain itu, HAK juga dapat menyebabkan efek jangka panjang berupa gangguan perilaku


5. Screening G6PD

Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi kelainan enzim Glucose-6-Phospate Dehydrogenase (G6PD). Kelainan enzim ini membuat sel darah merah lebih cepat rusak dan mengalami hemolisis. Sel darah merah pun tidak lagi efektif mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.


Anemia hemolitik dan kulit kuning merupakan gejala awal terjadinya kelainan enzim G6PD. Skrining G6PD biasanya dilakukan saat bayi berusia 2–5 hari.


Baca juga: NIPT: Skrining Risiko Kelainan Bawaan Genetik Janin dalam Kandungan


Meski belum menjadi pemeriksaan rutin yang dilakukan di negeri ini, tidak berarti newborn screening bisa diabaikan. Pada kasus HK, misalnya. Kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah deteksi dini melalui pemeriksaan laboratorium dan pengobatan sebelum anak berumur satu bulan.


HK sendiri sangat jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Keterlambatan dalam mendiagnosis dan mengatasi gangguan tersebut dapat menyebabkan anak mengalami keterbelakangan mental dengan kemampuan IQ di bawah 70.


Hal ini akan berdampak serius pada masalah sosial anak, misalnya anak menjadi tidak mampu beradaptasi di sekolah formal dan menimbulkan beban ganda bagi keluarga dalam pengasuhannya.