Adanya pandemi COVID-19 tentu berdampak pada kehidupan dan keseharian Anda
Secara global, pandemi COVID-19 sudah berlangsung selama beberapa bulan dan pemerintah Indonesia telah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengendalikan meluasnya wabah COVID-19.
Dampak PSBB, menjadikan ruang gerak masyarakat terbatas, kegiatan sebagian kantor dan sekolah ditutup, bahkan tempat peribadatan juga ditutup. Selain itu, transportasi umum dibatasi, sampai adanya pelarangan mudik.
Kebijakan PSBB telah mengubah kehidupan sehari-hari masyarakat, karena semua kegiatan yang tadinya dilakukan di luar rumah menjadi di rumah saja. Anda diharapkan dapat beradaptasi dengan situasi baru ini, meskipun secara psikologis tidak mudah.
Setiap orang akan berada dalam strata atau tahap psikologis yang berbeda-beda, bergantung pada ketahanan Anda terhadap stres, latar belakang kesehatan mental, dampak disrupsi pandemi COVID-19 terhadap sosial ekonomi dan support system yang tersedia.
Pada umumnya, Anda mengalami tiga tahap/strata kondisi perilaku, yaitu tahap disrupsi, tahap kebingungan dan ketidakpastian, yang berujung pada tahap penerimaan. Berikut penjelasan mengenai masing-masing tahap/strata kondisi perilaku Anda terhadap pandemi COVID-19.
Seseorang akan mengalami perubahan pola hidup, perubahan rutinitas sehari-hari, hilangnya kebebasan karena harus hidup dalam karantina atau di rumah saja dan tidak bepergian. Berbagai informasi yang beredar membuat hidup semakin mencekam.
Tidak sedikit yang mengalami kecemasan tinggi karena khawatir tertular, sulit konsentrasi, yang kemudian diikuti oleh perubahan pola makan dan pola tidur. Penyakit kronis yang sudah lama dialami mulai kembali tidak stabil, termasuk gangguan-gangguan psikis yang sebelumnya pernah dialami.
Pada tahap ini seseorang akan merasa kelelahan secara mental karena merasa tidak adanya kepastian, kehilangan kendali, dan terhentinya sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kualitas hidup dengan sendirinya menurun, berbagai hal yang biasa dengan mudah terpenuhi, saat ini menjadi mustahil. Di samping daya beli yang menurun drastis, ketersediaan barang juga menjadi langka.
Semua rencana yang sebelumnya terasa sangat mudah dan bisa digapai dalam waktu yang terukur, kini hanya menjadi angan-angan belaka. Kehidupan berjalan lambat, penuh kejenuhan, dan kekhawatiran.
Situasi kecemasan ini dapat meningkatkan konsumsi rokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat yang mungkin pada awalnya dimaksudkan untuk meringankan beban pikiran.
Pada saat seseorang telah berhasil melampaui tahap sebelumnya, maka akhirnya timbul sikap penerimaan tanpa syarat terhadap kondisi yang ada, dengan diikuti oleh berbagai perubahan dalam pola hidup dan kebiasaan.
Kemampuan adaptasi seseorang membuatnya mampu untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baru dan memandang kehidupan dengan cara yang lebih realistis terhadap situasi yang sebelumnya dianggap sebagai disrupsi pada semua aspek kehidupannya.
Beberapa perubahan yang mulai dilakukan pada mereka yang telah mencapai tahap ini adalah:
Namun, tidak semua orang memiliki ketangguhan yang sama untuk mencapai tahap penerimaan. Seseorang yang biasanya mudah tertekan, akan merasakan dampak pandemi ini lebih berat.
Untuk menyiasati situasi tertekan dan tidak mengalami stres yang berlarut-larut, Anda dapat menerapkan beberapa langkah berikut:
Setelah Anda melewati tahap penerimaan dalam menghadapi pandemi, maka Anda mulai terbiasa dengan kondisi the new normal. Pada tahap ini diharapkan Anda sepenuhnya tidak lagi merasa terganggu, bahkan sudah mulai nyaman dengan semua perubahan yang berhubungan dengan adanya pandemi.
Kehidupan Anda sudah mulai kembali produktif dan menyenangkan untuk dijalani. Oleh karena itu, berikut ini beberapa hal utama agar Anda dapat tenang menerima keadaan sebagai the new normal:
Kesehatan jiwa Anda pada masa pandemi COVID-19 perlu Anda perhatikan. Apabila tidak, dapat berdampak pada memburuknya relasi dengan sesama dan kesehatan fisik Anda.
Apabila Anda memerlukan pertolongan dari tenaga profesional untuk menjalani masa pandemi ini, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kedokteran jiwa atau psikolog.
Referensi: