Cegah Infeksi Tuberkulosis Paru pada Lansia

Jumat, 15 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Rentannya daya tahan tubuh lansia membuat kuman mycobacterium tuberculosis penyebab infeksi tuberkulosis paru, mudah masuk ke dalam tubuh

Cegah Infeksi Tuberkulosis Paru pada Lansia

Rentannya daya tahan tubuh lansia membuat kuman mycobacterium tuberculosis penyebab infeksi tuberkulosis paru, mudah masuk ke dalam tubuh. Apabila tidak ditangani dengan cepat, penyakit dapat menetap dan pengobatannya dapat berlangsung lama. 


Menurut data WHO pada 2019, lebih dari 800 ribu kasus baru infeksi tuberkulosis terjadi per tahunnya di Indonesia. Angka kematian karena kasus ini mencapai 98 ribu per tahun. Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dengan jumlah penderita tuberkulosis paru terbanyak.


Sekitar 75 persen penduduk Indonesia yang terkena infeksi tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif 15 – 55 tahun. Hal ini disebabkan karena tingginya mobilitas kelompok produktif, yang kemudian membuat kuman mudah hinggap dan masuk ke jaringan tubuh paling dalam.


Namun, jumlah penduduk lansia di Indonesia yang meningkat setiap tahunnya, membuat kelompok ini sama rentannya dengan kelompok produktif. Apalagi kelompok lansia di atas 60 tahun kerap mengalami penurunan daya tahan tubuh yang membuat fungsi organ, termasuk organ pernapasan, menurun.


Selain itu, perilaku kurang sehat seperti tidak menutup mulut saat batuk dan bersin dan tidak menjaga higienitas tubuh dengan baik, seperti rajin mencuci tangan, juga menjadi faktor penentu. 


Asupan gizi menurun, menurunnya mobilitas yang berkurang, serta kerap menetap di ruangan yang gelap dan lembab menjadi alasan lain mengapa kelompok lansia rentan terhadap infeksi ini.


Gejala Tuberkulosis Paru

Tuberkulosisis adalah penyakit infeksi yang berasal dari kuman Mycobacterium tuberculosis (M. tb). Infeksi yang 80 persen terjadi di organ paru ini juga dapat terjadi di organ lain, antara lain di leher, perut, otak, selaput otak, mata, tenggorokan, usus, ginjal, kandung kemih, organ reproduksi, tulang, jari, sampai tangan, dan beberapa organ lainnya. 


Penyakit ini menyebar melalui udara, maka itu organ paru-paru menjadi organ yang paling banyak terkena kuman ini. Ketika kuman sampai paru-paru, kuman akan menghasilkan sekret atau dahak yang selanjutnya menimbulkan gejala batuk.


Batuk berdahak inilah yang menjadi gejala utama infeksi ini. Batuk biasanya berlangsung selama dua sampai tiga minggu, yang bila diobati dengan obat batuk biasa atau antibiotik sering tidak mempan.


Gejala penyerta lainnya seperti menurunnya nafsu makan, sering berkeringat, dan mudah lelah. Berat badan kelompok lansia pun akan menurun drastis karena nafsu makan berkurang dan mengalami keletihan yang luar biasa. 


Baca juga: Menjaga Kesehatan Pernapasan


Risiko pada Kelompok Lansia

Terjangkitnya infeksi tuberkulosis paru pada seseorang termasuk lansia, dapat dibagi ke dalam beberapa tahapan:


  1. Tuberkulosis (TB) laten, terjadi ketika bakteri atau kuman masuk ke dalam tubuh namun tidak menimbulkan gejala. Ini berarti penderita sudah terinfeksi namun belum merasakan gejala. Biasanya pada lansia yang fungsi parunya masih optimal dan belum memiliki penyakit bawaan, akan mengalami TB laten terlebih dahulu
  2. Tuberkulosis (TB) aktif, terjadi ketika pasien sudah terinfeksi, dikarenakan fungsi paru sudah menurun yang menyebabkan kuman dapat mudah masuk dan aktif
  3. Tuberkulosis (TB) ekstra atau sakit ekstra paru, terjadi ketika fungsi paru penderita sudah tidak optimal lagi, dan disertai atau didahului dengan penyakit bawaan lainnya. Penyakit seperti diabetes, HIV, penyakit autoimun seperti lupus, kanker, atau yang sedang menjalani kemoterapi, membuat daya tahan tubuh kelompok lansia menurun drastis dan menjadi kebal obat TB.


Baca juga: Cegah Infeksi Tuberkulosis Paru pada Lansia


Diagnosis Infeksi Tuberkulosis Paru

Ada beberapa cara dalam mendiagnosis penyakit infeksi tuberkulosis paru pada seseorang termasuk lansia, yaitu: 


  • Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang melalui ronsen. Jika hasil ronsen menunjukkan ada bentuk kuman yang tidak khas maka perlu dilakukan CT Scan.


  • Pemeriksaan dahak melalui mikroskop.


  • Pemeriksaan molekuler, yaitu pemeriksaan kuman melalui DNA kuman. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi yang lebih baru dari yang sebelumnya. Jenis pemeriksaan molekuler ini pun terbagi menjadi dua, yaitu: 


  1. Genexpert atau tes cepat molekuler (TCM). Kelebihan dari teknologi ini, dapat memeriksa secara khusus kuman penyebab tuberkulosis. 
  2. Line probe essay (LPE). Kelebihan dari teknologi ini, selain dapat mendeteksi kuman penyebab tuberkulosis juga bisa melihat apakah tubuh seseorang yang terjangkit kebal pada obat TB atau tidak.


  • Pemeriksaan melalui molekuler ini tidak memakan waktu yang lama dan dapat dilakukan di rumah sakit-rumah sakit pilihan pemerintah dan dapat dirujuk dari rumah sakit swasta.


  • Pemeriksaan melalui genescholar. Teknologi ini sama dengan teknologi genexperts namun selain bisa mendeteksi kuman penyebab tuberkulosis dan resistensi tubuh terhadap kuman, melalui pemeriksaan ini, dapat terdeteksi juga kuman lainnya, yaitu nontuberculous mycobacteria (NTM). Dengan teknologi ini, kedua kuman dapat teridentifikasi, sehingga diagnosis dan penanganan masing-masing kuman akan lebih tepat. Kedua penyakit ini memiliki jenis pengobatan yang berbeda-beda. 


Baca juga: Deteksi Dini & Penanganan Minimal Invasive untuk Kanker Paru


Penanganan pada Kelompok Lansia

Penanganan infeksi TB mencakup dua lini. Pada lini pertama, dokter akan memberikan obat-obatan sesuai kebutuhan pasien. Biasanya obat yang diberikan adalah obat untuk mematikan kuman yang diderita. Proses pengobatan ini berlangsung kurang lebih selama 2-4 bulan.


Sementara lini kedua diperuntukkan untuk kelompok pasien dengan TB kebal obat (mengidap penyakit ekstra paru). Dokter akan memberikan obat racikan khusus. Proses penyembuhan pada pasien ini bisa berlangsung selama 9 – 12 bulan. 


Kedua lini ini dapat dilakukan pada semua usia, namun, kelompok lansia lebih tinggi risikonya mengalami kompleksitas penyakit. Biasanya penyakit yang diderita tidak hanya satu, sehingga penyembuhan harus dilakukan secara bertahap.


Sebagai contoh, bila penderita memiliki penyakit diabetes melitus maka ia harus dapat mengontrol kadar gula darah dalam tubuh terlebih dahulu, baru mengobati infeksi tuberkulosis paru. Contoh lain, bila penderita memiliki gangguan ginjal, maka harus meminum obat dengan jenis yang tidak mengganggu fungsi ginjal. Intinya bila penyakit lainnya tidak dikendalikan, maka TB akan sulit untuk sembuh.


Permasalahan yang sering muncul pada kelompok lansia adalah ketika penderita tidak menjalani terapi sesuai dengan yang seharusnya. Penderita terkadang terlupa untuk meminum obat, atau tidak menjaga higienitasnya sehingga pengobatan menjadi lebih lama atau gagal. Oleh karena itu, dokter selalu menyarankan agar pasien selalu didampingi pendamping selama menjalani pengobatan. 


Jaga Paru Tetap Sehat Kini dan Nanti

Sebetulnya penyakit TB dapat diantisipasi sejak awal, dimulai dari vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) yang dapat dilakukan mulai dari bayi berusia di bawah 1 bulan. Meskipun penyakit ini dapat disembuhkan, namun, ada baiknya Anda yang berada di usia produktif tetap menjalani gaya hidup sehat supaya tidak terkena infeksi ini di kemudian hari.


Tak lupa juga, jaga kesehatan paru orangtua Anda. Lakukan hal-hal berikut ini untuk menjaga paru tetap sehat, khususnya untuk para lansia:


  • Menjaga daya tahan tubuh
  • Menjaga jarak dengan keluarga yang sudah terinfeksi, karena keluarga berisiko tujuh kali lipat menularkan infeksi ke sanak keluarga yang masih sehat
  • Menjaga nutrisi yang cukup
  • Mengonsumsi vitamin D dan mendapat sinar matahari pagi yang cukup 
  • Banyak bergerak. Bila lansia masih dapat aktif maka sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik setiap harinya
  • Bila sedang berobat TB, disarankan untuk memiliki pendamping atau Pengawas Menelan Obat (PMO) agar dapat dibantu mencatat waktu minum obatnya, sehingga proses pengobatan dapat optimal dan selesai tepat waktu


Kepatuhan minum obat merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengobatan infeksi TB. Konsultasikan kondisi Anda ke dokter spesialis paru dan pernapasan bila Anda atau orangtua Anda memiliki gejala TB atau mengalami kesulitan dalam proses menjalani pengobatan TB.