Rematik, Kondisi yang Mengganggu Sendi dan Menghambat Aktivitas

Oleh Tim RS Pondok Indah

Jumat, 29 November 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Rematik adalah peradangan sendi yang terjadi karena sistem imun salah mengenali bagian tubuh yang sehat sebagai zat asing atau bahaya bagi kesehatan.

Rematik, Kondisi yang Mengganggu Sendi dan Menghambat Aktivitas

Penyakit rematik merujuk pada kondisi yang menyebabkan peradangan pada sendi tubuh (arthritis). Kondisi ini juga menaungi beberapa gangguan kesehatan lain yang perlu diketahui dan ditangani sedini mungkin. Sebab peradangan sendi yang terjadi secara kronis bisa menyebabkan perubahan bentuk tulang persendian, sehingga membuat aktivitas sehari-hari jadi terhambat.


Apa itu Rematik?

Rematik adalah peradangan sendi yang disebabkan oleh penyakit autoimun. Kondisi ini sering dikelompokkan dalam penyakit arthritis bersama dengan osteoarthritis, sindrom Sjögren, ankylosing spondylitis, arthritis psoriasis, dan lupus. Ketika sistem kekebalan tubuh menyerang membran sinovial, akan terjadi rematik yang memiliki istilah medis rheumatoid arthritis.


Meski umumnya menyerang tulang dan otot (sistem muskuloskeletal), rematik juga bisa menyerang organ lain, seperti jantung, paru, saraf, ginjal, kulit, dan mata. Gejala yang ditimbulkan akan berbeda pada tiap penderitanya, tetapi akan terjadi fase penyembuhan diantara tiap kekambuhan gejalanya.


Peradangan sendi yang terjadi dalam waktu lama bisa merusak bentuk dan fungsi sendi, jika rematik tidak ditangani dengan sesuai. Rematik juga bisa menyebabkan komplikasi berupa peningkatan risiko terjadinya gangguan kesehatan lain akibat peradangan kronis yang terjadi.


Penyebab Rematik

Rematik merupakan penyakit autoimun, yang penyebab pastinya belum diketahui hingga saat ini. Bagian sendi, khususnya cairan sendi, merupakan bagian yang diserang oleh sistem kekebalan tubuh penderita rematik.


Akibat kondisi ini, membran sinovial pun meradang dan merusak tulang rawan serta tulang sekitar persendian. Seiring berjalannya waktu, perkembangan penyakit rematik ini akan mengubah bentuk tulang, serta otot dan tendon, pada persendian.


Baca juga: 5 Mitos dan Fakta Terkait Penyakit Reumatik



Gejala Umum Rematik

Rematik memiliki gejala khas berupa keluhan pada sendi kecil pada tahap awalnya. Sendi kecil yang dimaksud, meliputi jari-jari tangan maupun kaki. Seiring dengan berkembangnya penyakit, rematik dapat menyerang sendi yang lebih besar, seperti bahu, siku, pinggul, dan lutut. Selain itu, perbedaan gejala yang dikeluhkan terjadi sesuai dengan respon imun masing-masing penderitanya.


Namun, beberapa gejala rematik yang umumnya dikeluhkan, meliputi:


  • Nyeri sendi
  • Pembengkakan sendi
  • Kekakuan sendi
  • Kemerahan pada area sendi yang terdampak
  • Perabaan kulit yang lebih hangat pada sendi yang terdampak
  • Merasa lebih mudah lelah
  • Demam tanpa sebab yang jelas
  • Penurunan berat badan


Jika Anda merasakan salah satu gejala di atas, tidak ada salahnya memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam. Tidak perlu menunggu sampai radang sendi mengganggu aktivitas, karena penanganan awal dapat meredakan gejalanya serta memperlambat perburukan kondisi.


Gejala Rematik Berdasarkan Penyebabnya

Gejala rematik yang dikeluhkan juga bisa berbeda, tergantung dari penyebabnya. Berikut ini adalah penjelasan singkatnya:


1. Akibat Rheumatoid Arthritis

Rematik akibat rheumatoid arthritis biasa disertai dengan gejala demam, tidak nafsu makan, serta nyeri maupun kaku sendi pada pagi hari atau ketika sudah lama tidak digerakkan. Nyeri dan kekakuan pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh merupakan keluhan umum rematik akibat rheumatoid arthritis.


2. Akibat Sindrom Sjögren

Rematik yang disebabkan oleh Sindrom Sjögren biasa dikeluhkan sebagai pembengkakan pada kelenjar liur (parotis), menunjukkan iritasi pada mata (kering dan perih), serta mulut kering.


3. Akibat Ankylosing Spondylitis

Mereka yang mengalami rematik karena Ankylosing Spondylitis akan mengalami beberapa gejala berupa sakit maupun kaku pada punggung saat berdiri atau istirahat, nyeri punggung dari bagian bawah ke atas, nyeri lebih dominan pada bagian punggung bawah atau bokong yang muncul secara perlahan, terkadang disertai dengan nyeri pada punggung atas, tepatnya antara leher dan tulang belikat.


4. Akibat Lupus

Rematik yang terjadi karena lupus disertai dengan gejala, berupa rambut rontok, sensitif terhadap paparan sinar matahari, butterfly rash, nyeri dada, juga fenomena Raynaud.


5. Akibat Psoriasis

Rematik yang disebabkan karena psoriasis akan menimbulkan gejala berupa jari tangan atau kaki yang membengkak disertai dengan nyeri dan teraba hangat, nyeri pada tumit maupun telapak kaki, ruam merah yang menebal disertai dengan sisik berwarna perak, sakit pinggang, dan peradangan pada mata.


Selain itu, beberapa gejala rematik bisa terjadi dengan derajat keparahan yang berbeda dan mengalami kekambuhan. Periode dimana terjadi kekambuhan gejala ini dikenal dengan istilah ‘flare’ yang diikuti dengan periode remisi sebelum mengalami kekambuhan.


Saat mengalami periode remisi, gejala rematik bisa membaik, bahkan sembuh. Namun, kerusakan sendi akibat proses peradangan pada penderita rematik tidak bisa kembali seperti semula. 


Baca juga: Osteoporosis dan Reumatik



Faktor Risiko Rematik

Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya rematik:


Genetik

Genetik berarti seseorang dengan keluarga yang mengalami rematik akan lebih mungkin menderita kondisi serupa.


Usia

Usia turut meningkatkan risiko seseorang mengalami rematik. Kondisi yang merupakan penyakit degeneratif ini akan memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi, seiring dengan pertambahan usia. Rematik lebih berisiko dialami oleh mereka yang berusia 40-60 tahun.


Jenis Kelamin

Jenis kelamin menunjukkan kecenderungan mengalami rematik disebabkan oleh kondisi yang berbeda. Mereka yang berjenis kelamin wanita akan lebih mungkin mengalami rematik akibat rheumatoid arthritis, lupus, atau sindrom Sjögren. Sedangkan rematik yang dialami pria lebih banyak disebabkan oleh ankylosing spondylitis.


Infeksi yang Dialami

Seseorang bisa saja memicu atau menyebabkan komplikasi berupa rematik, seperti yang terjadi pada lupus dan skleroderma.


Keausan atau Tekanan pada Tulang dalam Persendian

Keausan kebanyakan karena melakukan gerakan berulang, terutama dengan teknik yang salah.


Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dimiliki seseorang juga bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya rematik. Mereka yang menderita diabetes, hipertensi, hipertiroid, penyakit ginjal, mengalami menopause dini dan mengalami obesitas, memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami peradangan pada sendi ini.


Gaya Hidup yang Tidak Sehat

Gaya hidup tidak sehat termasuk merokok, kurang berolahraga, tidak menerapkan pola makan sehat.


Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat berupa paparan polusi, termasuk asap rokok, akan meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami rematik. 


Diagnosis Rematik

Penanganan akan diberikan setelah dokter menegakkan diagnosis rematik, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Selain hasil kedua pemeriksaan tersebut, dokter akan menyarankan Anda menjalani pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang menjadi penyebab keluhan Anda.


Pemeriksaan penunjang berupa tes darah akan dilakukan untuk memastikan penanda peradangan, antibodi terkait penyakit tertentu, dan adanya gangguan fungsi organ. Selain itu, dokter juga akan menyarankan pemeriksaan radiologi, baik dengan rontgen, USG, CT-Scan maupun MRI, untuk melihat peradangan, penumpukan cairan, maupun perubahan bentuk persendian.


Baca juga: Mengenal Apa Itu Flu Tulang, Penyebab dan Cara Mengatasinya


Penanganan Rematik

Meski rematik tidak bisa disembuhkan, penanganan dini yang dilakukan dapat memperlambat perburukan kondisi. Selain itu, dokter juga akan memberikan penanganan untuk mencegah terjadinya flare dan meredakan keluhan yang Anda alami.


Untuk itu, dokter akan melakukan beberapa cara mengobati rematik, sebagai berikut:


  • Peresepan obat-obatan untuk mengurangi peradangan, baik dari golongan OAINS maupun kortikosteroid
  • Peresepan disease-modifying antirheumatic drugs (DMARDs) yang dilakukan oleh dokter bertujuan untuk menghambat perburukan rematik, sehingga kerusakan sendi pun bisa diperlambat
  • Peresepan suplemen maupun vitamin untuk menjaga kesehatan tulang
  • Penggunaan belat maupun alat bantu lain
  • Fisioterapi, atau terapi fisik, maupun terapi okupasi untuk melatih kekuatan otot dan menjaga fungsi persendian semaksimal mungkin, dengan terapi panas dingin, maupun metode lain yang sesuai
  • Operasi merupakan penanganan akhir untuk kondisi rematik parah yang telah merusak bentuk dan fungsi persendian, serta mengatasi nyeri akibat kondisi tersebut


Penanganan rematik sedini mungkin juga bisa mencegah penderitanya mengalami hambatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari, maupun komplikasi gangguan kesehatan yang lain akibat peradangan kronis. Beberapa gangguan kesehatan yang bisa terjadi sebagai komplikasi rematik adalah diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit jantung, penyakit ginjal, osteoporosis, osteopenia, gangguan kemampuan mengingat, dan depresi.


Baca juga: Apakah Alergi Bisa Sembuh? Ketahui Faktanya!


Agar pengobatan rematik optimal, Anda sangat disarankan untuk minum obat sesuai dengan arahan dokter, mengikuti perubahan pola makan dengan mengonsumsi makanan untuk rematik, serta dibarengi dengan menerapkan pola hidup sehat.


Jangan lupa juga untuk melakukan kontrol rutin sesuai dengan saran dokter spesialis penyakit dalam. Sehingga rematik tidak menyebabkan nyeri maupun kekakuan sendi yang dapat menghambat aktivitas Anda.



FAQ


Apakah Rematik Bisa Sembuh Sendiri?

Rematik tidak bisa sembuh sendiri. Namun, pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam subspesialis rematologi dapat mengelola gejala dan mencegah rematik jadi lebih parah, agar kualitas hidup pasien rematik pun tetap terjaga.


Apakah Rematik Berbahaya?

Rematik bisa saja berbahaya apabila tidak ditangani dengan benar. Sebab, penyakit rematik bisa menyebabkan kerusakan sendi permanen, nyeri sendi kronis, dan keterbatasan gerak. Kondisi ini juga bisa memengaruhi organ lain, seperti jantung dan paru-paru.


Bolehkah Penyakit Rematik Dipijat?

Orang yang mengalami rematik boleh saja melakukan terapi pijat untuk meredakan nyeri sendi. Dengan catatan bahwa pijat dilakukan oleh terapis yang memang sudah terlatih. Sebab, pemijatan yang salah justru akan memperparah penyakit rematik. Jadi, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter spesialis penyakit dalam sebelum melakukan terapi pijat, terutama jika Anda sedang mengalami peradangan atau pembengkakan pada sendi.


Apa yang Terjadi Jika Rematik Dibiarkan?

Penyakit rematik yang dibiarkan akan menyebabkan kerusakan sendi yang makin parah, yang berpotensi terjadi secara permanen. Dengan kerusakan sendi ini, pergerakan orang yang menderita rematik juga akan terbatas. Oleh karena itu, penanganan rematik harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.


Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter spesialis penyakit dalam subspesialis rematologi di RS Pondok Indah cabang terdekat. Dengan demikian, Anda bisa mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan rematik yang optimal. Sebab dokter spesialis di RS Pondok Indah yang kompeten didukung dengan fasilitas medis teknologi terkini dalam memberikan perawatan kesehatan, termasuk untuk kasus rematik yang Anda alami.


Bagi Anda yang kini belum mengalami gejala, tetapi memiliki faktor risiko rematik, jangan menunda untuk periksa kesehatan secara umum. Selain mengetahui risiko terjadinya rematik pada tahap awal, yang sering kali sulit dikenali, Anda juga bisa mengetahui kondisi kesehatan secara umum. Anda bisa memperoleh semua manfaat ini dengan melakukan pemeriksaan di Executive Health Check Up di RS Pondok Indah cabang terdekat.



Referensi:

  1. Brown P, Pratt AG, Hyrich KL. Therapeutic advances in rheumatoid arthritis. BMJ. 2024. (https://www.bmj.com/content/bmj/384/bmj-2022-070856.full.pdf). Diakses pada 16 Juli 2024.
  2. Sparks JA, Harrold LR, et al,. Comparative effectiveness of treatments for rheumatoid arthritis in clinical practice: a systematic review. InSeminars in Arthritis and Rheumatism. 2023. (https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0049017223000914). Diakses pada 16 Juli 2024.
  3. Zhang F, Jonsson AH, et al,. Deconstruction of rheumatoid arthritis synovium defines inflammatory subtypes. Nature. 2023. (https://www.nature.com/articles/s41586-023-06708-y). Diakses pada 16 Juli 2024.
  4. World Health Organization. Rheumatoid Arthritis. (https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/rheumatoid-arthritis). Direvisi terakir 28 Juni 2023. Diakses pada 16 Juli 2024.
  5. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Artritis Reumatoid. (https://reumatologi.or.id/wp-content/uploads/2021/04/Rekomendasi-RA-Diagnosis-dan-Pengelolaan-Artritis-Reumatoid.pdf). Direvisi terakhir 2021. Diakses pada 16 Juli 2024.
  6. Centers for Disease Control and Prevention. Rheumatoid Arthritis. (https://www.cdc.gov/arthritis/rheumatoid-arthritis/index.html). Direvisi terakhir 25 Januari 2024. Diakses pada 16 Juli 2024.
  7. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rematik. (https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1635/rematik). Direvisi terakhir 7 Oktober 2022. Diakses pada 16 Juli 2024.
  8. Cleveland Clinic. Rheumatoid Arthritis. (https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/4924-rheumatoid-arthritis). Direvisi terakhir 18 Februari 2022. Diakses pada 16 Juli 2024.
  9. Mayo Clinic. Rheumatoid arthritis. (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/rheumatoid-arthritis/symptoms-causes/syc-20353648). Direvisi terakhir 25 Januari 2024. Diakses pada 16 Juli 2024.