Jaundice atau kuning pada bayi merupakan warna kekuningan pada kulit dan lapisan mukosa (contoh: bagian putih mata) yang sering dialami bayi baru lahir.
Jaundice atau yang populer disebut penyakit kuning pada bayi seringkali membuat para orang tua khawatir. Sebenarnya, apakah kuning pada bayi baru lahir ini berbahaya? Bagaimana menangani bayi dengan jaundice?
Jaundice adalah warna kekuningan pada kulit dan lapisan mukosa (contoh: bagian putih mata) dan merupakan kondisi yang sering dialami bayi baru lahir. Warna kuning ini terjadi akibat penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin.
Bilirubin itu sendiri merupakan produk ”sampah” dari sel darah merah (eritrosit). Eritrosit hanya hidup dalam jangka waktu tertentu. Setelah habis masa hidupnya, eritrosit akan hancur dan terbentuklah bilirubin. Selanjutnya, bilirubin akan diproses oleh hati untuk kemudian dibuang sebagai empedu.
Namun, hati sang bayi belum cukup “matang” untuk memproses bilirubin sehingga bilirubin pun menumpuk.
Jaundice umumnya mulai muncul di wajah, kemudian turun ke dada, perut, lengan, dan kaki. Bagian putih mata juga tampak kuning. Jaundice yang paling sering terjadi adalah:
1. Jaundice Fisiologis. Dapat terjadi pada 50 persen bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 hari, memuncak pada hari 4-5, dan menghilang dengan sendirinya pada usia 2 minggu.
2. Jaundice pada Bayi Prematur (karena kemampuan membuang bilirubin masih sangat kurang).
3. Breastfeeding Jaundice (5-10 persen bayi baru lahir): Hal ini terjadi pada minggu pertama setelah lahir pada bayi yang tidak memperoleh cukup ASI.
Jika bayi tidak memperoleh cukup ASI, gerakan usus tidak terpacu dan frekuensi buang air besar berkurang sehingga tidak banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan. Karena itu, susui bayi minimal 8-12 kali per hari khususnya dalam beberapa hari pertama. Untuk menilai kecukupan asupan ASI, perhatikan:
4. Breastmilk Jaundice (1 persen bayi baru lahir): terjadi di akhir minggu pertama atau awal minggu kedua setelah lahir. Sebagian kecil ibu memiliki suatu zat dalam ASI mereka yang dapat menghambat pengolahan bilirubin oleh hati. Tipe ini ringan dan menghilang pada usia 3-10 minggu. Secara umum, jaundice karena sebab apapun tidak boleh dijadikan alasan untuk menghentikan pemberian ASI.
Sebagian besar jaundice tidak berbahaya. Namun sebagian kecil bayi bisa mengalami jaundice yang tidak normal (muncul pada usia < 24 jam) dan hebat. Hal ini bisa dialami oleh bayi dengan infeksi berat (sepsis), bayi yang mengalami hemolisis (penghancuran sel darah merah berlebihan) misalnya akibat ketidakcocokan golongan darah (ibu golongan darah O dan anak bukan O; ketidakcocokan rhesus), atau akibat kekurangan enzim G6PD.
Di situasi ini, jika kadar bilirubin sangat tinggi, bisa menimbulkan kerusakan otak. Jika jaundice terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir, atau jaundice tampak hebat, harus dilakukan pemeriksaan kadar bilirubin.
Cara menghilangkan kuning pada bayi adalah dengan memberikan ASI lebih sering agar bayi buang air kecil dan besar lebih banyak, yang membantu mengeluarkan bilirubin. Jika kuning parah, fototerapi di rumah sakit mungkin diperlukan.
Kuning pada bayi biasanya hilang dalam 1-2 minggu. Namun, jika kuning tidak hilang atau semakin parah, segera konsultasikan dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut.
Bayi kuning dikatakan berbahaya jika muncul dalam 24 jam setelah lahir, tidak hilang setelah 2 minggu, atau disertai gejala seperti lemas, sulit menyusu, dan kejang.
Ibu harus mengonsumsi makanan bergizi, seperti sayuran, buah, protein, dan banyak cairan agar produksi ASI optimal. ASI yang cukup membantu bayi mengeluarkan bilirubin lebih cepat.
Saat bayinya terkena penyakit kuning, ibu sebaiknya hindari makanan pedas, kafein, alkohol, serta makanan olahan tinggi gula atau lemak.