Tangani Kanker Rektum dengan Minimal Invasive Surgery

Selasa, 16 April 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Tidak semua kasus kanker rektum mengharuskan operasi besar yang mencakup pengangkatan anus. Di RS Pondok Indah - Puri Indah, sphincter preserving surgery dapat dilakukan.

Tangani Kanker Rektum dengan Minimal Invasive Surgery

Sebagai bagian dari sistem pencernaan tubuh manusia, usus besar atau kolon berperan sebagai penyempurnaan proses pencernaan makanan. Kolon memanjang dari sekum, kantung yang menghubungkan ileum (ujung usus kecil) dengan kolon, sampai ke anus. Kolon terdiri dari empat lapisan yang memiliki fungsi berbeda. Namun, secara garis besar kolon berfungsi untuk menyerap sisa cairan yang belum tercerna sempurna dari usus halus. Sementara rektum di bagian paling akhir berfungsi sebagai reservoir atau tempat penyimpanan sementara feses.


Kanker rektum adalah kondisi pertumbuhan tidak beraturan dari sel-sel pada rektum. Sementara kanker kolorektal adalah kanker yang terdapat pada kolon dan rektum. Dengan sekitar 17.000 kasus di Indonesia, kanker rektum menjadi jenis kanker yang paling umum ditemui setelah kanker payudara dan kanker serviks.


Penyebab kanker rektum belum diketahui secara pasti, tetapi diyakini bahwa penyebabnya adalah perubahan DNA di dalam sel-sel tubuh. Kanker rektum dapat berawal dari polip di bagian rektum. Ketika dibiarkan, polip dapat bermutasi dan sifatnya dapat berubah dari jinak menjadi ganas.


Baca juga: Kanker Prostat: Kenali dan Tangani


Terdapat beberapa faktor risiko kanker rektum, di antaranya:

  • Memiliki keluarga dengan riwayat kanker kolon atau rektum
  • Memiliki riwayat kanker kolon, rektum, atau indung telur
  • Memiliki riwayat polip kolorektal yang berukuran 1 cm atau lebih
  • Memiliki riwayat kolitis ulseratif kronis atau penyakit Crohn
  • Sering mengonsumsi minuman beralkohol
  • Kebiasaan merokok
  • Obesitas


Faktor risiko yang disebutkan di atas dapat dikategorikan menjadi faktor yang tidak bisa dimodifikasi (genetik dan usia) dan faktor yang bisa dimodifikasi seperti gaya hidup. Maka, untuk mengurangi faktor risiko tersebut, dianjurkan untuk mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Hal ini dapat dimulai dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan berserat, menghindari merokok dan mengonsumsi alkohol, serta menjaga berat badan ideal.


Gejala kanker rektum yang dapat dikenali dari perubahan kebiasaan saat buang air besar. Misalnya jika terdapat lendir atau darah saat buang air besar, diare atau sembelit secara bergantian, dan kotoran yang lebih kecil atau memiliki bentuk yang berbeda dari biasanya. Gejala lain dapat berupa perasaan tidak puas setelah buang air besar, seperti tidak merasa kosong sepenuhnya. Perut pun terasa tidak nyaman seperti kembung dan kram. Nafsu makan menurun, penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas, serta sering merasa lelah juga dapat menjadi gejala kanker rektum yang harus diwaspadai.


Baca juga: Mengenal Konstipasi, Si Pengganggu Saluran Cerna


Deteksi dini kanker rektum dapat dilakukan mulai dari usia 40 tahun. Prosedurnya meliputi pemeriksaan feses dan diagnosis dengan kolonoskopi. Dianjurkan untuk mengulang pemeriksaan ini sepuluh tahun kemudian. Diagnosis kanker rektum dapat dilakukan setelah dokter melakukan anamnesis (wawancara medis) dan mencatat keluhan dari pasien. Apabila ada kecurigaan yang mengarah ke kanker rektum, pemeriksaan fisik berupa rectal toucher (colok dubur) dapat dilakukan. Metode ini dapat mendeteksi massa yang terdapat sejauh 8 cm dari anus.


Selain itu dapat pula dilakukan kolonoskopi, CT-scan abdomen dan toraks, dan biopsi untuk menentukan apakah massa tersebut bersifat malignant (ganas). Selanjutnya, diagnosis kanker rektum pun dapat dibantu dengan pemeriksaan pelvis, CT-scan, dan MRI.


Seperti jenis kanker lain, penanganan kanker rektum tergantung dari stadiumnya. Pada stadium awal, pembedahan dan kemoterapi dapat menjadi opsi. Sementara pada stadium lanjut, dapat dilakukan radiasi yang diikuti dengan prosedur pembedahan. Di RS Pondok Indah - Puri Indah, pembedahan dilakukan dengan teknik minimal invasive, sehingga tidak memerlukan sayatan besar.


Pada kasus kanker yang terletak dekat anus, umumnya ditangani dengan Abdominal Perineal Resection (APR). Prosedur APR dilakukan dengan membuang anus pasien, lalu membuatkan kolostomi permanen. Namun, berdasarkan stadium dan melalui pemeriksaan MRI, jika massa kanker tidak mengenai otot sphincter, dapat dilakukan sphincter preserving surgery. Prosedur ini memungkinkan massa kanker diangkat, tanpa perlu membuang bagian anus pasien. Setelah menjalani tindakan sphincter preserving surgery, pasien masih perlu melakukan rehabilitasi anus dengan melatih kontraksi anus, misalnya dengan senam Kegel.


Kanker dapat terjadi pada semua orang. Untuk itu, jaga diri kita dengan menerapkan pola hidup yang sehat untuk meminimalkan faktor risikonya. Jika Anda telah terdiagnosis, pilihan pengobatan alternatif mungkin menjadi opsi yang menarik. Namun, sebaiknya tetap memilih terapi yang telah sesuai dengan standar medis.