Waspadai Kolitis Ulseratif, Penyakit Radang Usus Besar yang Kronis

Selasa, 16 April 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Jika tanda dan gejala penyakit radang usus besar dikenali sedini mungkin, maka penanganan yang tepat dapat mengurangi komplikasinya.

Waspadai Kolitis Ulseratif, Penyakit Radang Usus Besar yang Kronis

Kolitis ulseratif ditandai dengan peradangan kronis (bukan akibat dari infeksi) yang umumnya terjadi di usus besar dan menyebabkan pembentukan ulkus (luka) pada dinding usus. Uniknya, peradangan ini terjadi di bagian ujung dari lubang pengeluaran (rektum), tetapi semakin ke arah dalam usus kondisinya semakin ringan. Peradangan yang sering melibatkan rektum hingga sigmoid dikenal sebagai rectosigmoiditis. Pada orang-orang Asia termasuk Indonesia, penyakit ini biasanya menimbulkan gejala yang ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami BAB berdarah atau membutuhkan tindakan operatif.


Intinya, kolitis ulseratif dapat mempengaruhi lapisan terdalam dari usus besar (kolon) hingga lubang pengeluaran (rektum). Radang atau inflamasi adalah mekanisme pertahanan tubuh yang ditandai dengan kemerahan, rasa nyeri, pembengkakan, rasa panas, dan gangguan pergerakan. Pada kebanyakan kasus, gejala dari penyakit kolitis ulseratif berkembang secara bertahap seiring waktu, bukan secara tibatiba. Namun gejala tersebut biasanya diabaikan oleh pasien, sehingga terkesan datang tiba-tiba.


Gejala Kolitis Ulseratif

Gejala kolitis ulseratif dapat bervariasi pada setiap pengidapnya, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi peradangan. Pengidap kolitis ulseratif di Indonesia umumnya menunjukkan gejala penyakit yang ringan sampai sedang. Sedemikian ringan, hingga terkadang diabaikan dan tidak menjalani terapi pengobatan secara teratur.


Tentunya hal ini berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup pengidapnya. Gejala yang paling umum terjadi di antaranya:


  • Diare yang disertai darah, lendir, atau nanah. Salah satu gejala paling khas adalah diare yang sering disertai dengan darah. Darah ini berasal dari lapisan dalam usus yang mengalami peradangan.
  • Nyeri atau kram perut. Penderita sering merasakan nyeri perut yang dapat bervariasi dari ringan hingga hebat. Nyeri ini biasanya terlokalisasi di daerah perut bagian bawah, tetapi dapat pula berpindah-pindah. Terkadang nyeri hanya dirasakan ketika perut ditekan, meski tidak jarang penderita juga harus berhati-hati saat bergerak agar tidak nyeri.
  • Kembung dan sering ingin buang air besar, tapi feses cenderung tidak dapat keluar.
  • Hilangnya nafsu makan. Penurunan nafsu makan adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi penderita kolitis ulseratif.
  • Penurunan berat badan. Akibat diare dan penurunan nafsu makan, berat badan penderita dapat turun drastis.
  • Pada kondisi yang lebih berat, pasien dapat mengalami demam yang sulit diatasi dengan antibiotik. Dengan alat khusus, dokter dapat melihat bagian dalam dinding saluran cerna, sehingga dapat ditemui gambaran mukosa saluran cerna yang khas menunjukkan penyakit ini.


Baca juga: Mengenal Konstipasi, Si Pengganggu Saluran Cerna


Penyebab Kolitis Ulseratif

Penyebab kolitis ulseratif belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang berpotensi memainkan peran dalam perkembangan penyakit ini, seperti:


  • Respons autoimun, yaitu sistem kekebalan tubuh yang bekerja secara tidak normal. Akibatnya, sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sistem pencernaan itu sendiri.
  • Riwayat keluarga juga berperan dalam penyakit ini. Sebab, kondisi ini juga bisa terjadi pada orang yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit kolitis ulseratif. Namun, pada banyak kasus pengidap kolitis ulseratif pun tidak memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ini.
  • Pola makan. Pola makan yang tinggi karbohidrat, tinggi lemak, dan gluten dapat meningkatkan risiko terjadinya kolitis ulseratif.
  • Faktor lingkungan. Beberapa faktor lingkungan, seperti infeksi dan polusi, telah diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial dalam perkembangan penyakit ini.


Diagnosis Kolitis Ulseratif

Proses diagnosis kolitis ulseratif melibatkan sejumlah tahap. Dokter menggunakan berbagai metode untuk memastikan diagnosis yang akurat. Beberapa di antaranya termasuk:


Pemeriksaan Tinja

Pemeriksaan tinja pertama kali dilakukan untuk mendeteksi risiko perdarahan, peradangan, gangguan fungsi pencernaan, serta menyingkirkan kemungkinan tanda-tanda infeksi dalam saluran pencernaan. Pemeriksaan mulai dari pemeriksaan feses lengkap, fecal calprotectin, serta M2PK. Pemeriksaan fecal calprotectin lazim dilakukan untuk memastikan tingkat peradangan, baik sebelum atau setelah pengobatan.


Endoskopi

Endoskopi adalah prosedur memasukkan alat berupa tabung fleksibel dengan kamera di ujungnya ke dalam rektum dan usus besar untuk melihat langsung peradangan dan ulkus pada dinding usus besar hingga bagian ujung usus kecil, serta mengambil sampel jaringan untuk diperiksa di laboratorium.


Biopsi

Pemeriksaan mikroskopik/biopsi dari sampel jaringan usus besar dan bagian ujung usus kecil yang diambil selama endoskopi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang peradangan dan kerusakan pada usus.


Tes Darah

Tes darah mungkin dilakukan untuk mencari tanda-tanda peradangan (CRP, LED, LDH, dan TfR-F) atau anemia, yang penyebabnya sering kali terkait dengan kolitis ulseratif.


Terkadang, dokter dapat merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan tambahan seperti pemindaian CT atau MRI untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Dalam beberapa kasus, menegakkan diagnosis kolitis ulseratif bisa menjadi tantangan karena gejala yang ada juga dapat muncul pada kondisi medis lain. Oleh karena itu, proses diagnosis yang cermat dan komprehensif sangat penting untuk memastikan akurasi.


Baca juga: Pencernaan Sehat di Periode Emas


Pengobatan Kolitis Ulseratif

Kolitis ulseratif tidak dapat disembuhkan 100 %. Pada kondisi ini dikenal istilah remisi, yakni ketika gejala tidak dirasakan lagi oleh pasien. Terapi pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi gejala ketika penyakit kambuh. Terdapat beberapa strategi pengobatan untuk menangani kolitis ulseratif, antara lain dengan menekan inflamasi, mengatur pola makan, serta pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi jika diperlukan.


Pencegahan kolitis ulseratif dapat melibatkan perubahan pola makan dan gaya hidup. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan peradangan, seperti karbohidrat yang digoreng, soda, refined carbs atau tepung terigu dan turunannya, lard, jeroan, serta daging yang diproses.


Adanya komplikasi dan respons pengobatan yang lambat menyebabkan pasien sering berpindah-pindah dokter dan berganti metode terapi pengobatan. Terkadang gejala yang ringan menyebabkan motivasi pasien berkurang, sehingga membiarkan penyakitnya mengalami komplikasi. Sementara itu, kondisi yang berat membutuhkan obat yang sangat mahal, bahkan tindakan operasi yang berisiko tinggi.


Dalam hal pemantauan perkembangan penyakit, kerja sama antara pasien dan dokter merupakan hal yang penting. Penderita kolitis ulseratif perlu melakukan tindak lanjut secara teratur dengan dokter untuk memantau perkembangan penyakit. Hal ini dapat melibatkan kolonoskopi secara rutin, pemantauan gejala, serta pemeriksaan darah dan tinja.


Pemantauan rutin ini akan membantu dokter menilai sejauh mana penyakit tersebut terkontrol dan apakah ada perubahan yang memerlukan penyesuaian dalam pengobatan. Memahami perkembangan penyakit seiring waktu adalah kunci untuk pengelolaan yang sukses.