Gizi untuk Ibu Menyusui

Rabu, 06 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Menjalani diet gizi seimbang yang tinggi akan protein dapat menjaga kualitas ASI yang diberikan

Gizi untuk Ibu Menyusui

Air susu ibu (ASI) menjadi asupan terpenting bagi buah hati. Terlebih sampai usia enam bulan, masa ASI eksklusif. Oleh karena begitu banyaknya informasi yang beredar, tidak jarang ibu melakukan kesalahan dalam memenuhi asupan hariannya, sehingga berakibat pada kualitas ASI.


Tidak sekadar lancar, ASI yang diberikan pun harus terjaga kualitasnya. Sayangnya, kualitas ASI tidak dapat dikenali secara kasat mata—seperti perubahan warna atau sebagainya. Pengaruh ASI yang buruk baru dapat diketahui dari tumbuh kembang (pertumbuhan fisik dan perkembangan organ dalam) anak yang tidak maksimal.


Kondisi yang sangat disayangkan, dan sebenarnya bisa dihindari.


Seperti halnya asupan pada umumnya, gizi lengkap menjadi hal penting untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu menyusui. Tapi pada fase ini, asupan protein yang harus didahulukan. Selain mempengaruhi kualitas ASI, yang kemudian mendukung tumbuh kembang bayi, protein juga dibutuhkan untuk perbaikan jaringan pasca melahirkan.


Pada ibu menyusui, kebutuhan protein harian mencapai 70–80 gram (naik sekitar 20 gram dari kebutuhan harian sebelum hamil dan menyusui).


Cukup tinggi memang, tapi bukan hal yang mustahil. Ibu dapat memenuhinya dengan menambah asupan protein pada menu harian. Menu makan yang disantap bisa berupa karbohidrat, dua jenis protein hewani, satu jenis protein nabati, dan sayuran.


Misalnya, nasi dengan ayam, telur, tempe, dan sayur. Jika porsi tersebut dirasa terlalu banyak, prioritaskan untuk menghabiskan lauk atau sumber protein terlebih dulu daripada nasi atau sumber karbohidrat lainnya.


Sebagai informasi, sebutir telur (dengan berat sekitar 55 gram) mengandung 7 gram protein, sementara daging ayam seberat 40 gram juga mengandung jumlah protein yang sama.


Dengan porsi makanan tersebut ternyata kebutuhan protein belum tercukupi. Karenanya, perlu ditambah dengan camilan. Kacang-kacangan (seperti kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, kacang kedelai) dan yoghurt dapat menjadi pilihan menu camilan siang maupun sore.


Protein hewani (telur, ayam, ikan, susu, dan yoghurt) menjadi pilihan utama sebagai sumber protein. Meski ada sayuran yang mengandung protein, jumlahnya jauh lebih kecil. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan protein, ibu harus mengonsumsi sayuran dalam porsi yang sangat banyak (berkali lipat bila dibandingkan protein hewani).


Selain protein, kebutuhan nutrisi lain yang tak kalah penting adalah lemak, namun tentu lemak yang baik. Kandungan lemak yang baik akan membuat komposisi ASI menjadi baik pula. Lemak baik ini bisa didapat dari kacang-kacangan, ayam, telur, alpukat, dan olive oil.


Demi Masa Depan Anak

Tidak jarang ibu tidak suka pada bahan makanan tertentu, padahal makanan tersebut mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk kualitas ASI. Satu hal yang perlu diingat, ASI (terutama pada enam bulan pertama) merupakan asupan utama bagi bayi.


Jadi, alangkah baiknya bila para ibu bisa meredam sisi egois demi optimalnya tumbuh kembang si kecil. Selain itu, menerapkan diet gizi seimbang bagi ibu menyusui juga dapat membantu mengembalikan berat badan ibu seperti saat sebelum mengandung.


Pada ibu menyusui eksklusif, jumlah ASI yang dihasilkan bisa sekitar 800–900 ml per hari, yakni setara dengan 700 kalori (jumlah ini setara dengan latihan di treadmill selama tiga jam).


Bagi ibu yang memiliki alergi pada bahan makanan tertentu, dapat mengganti dengan bahan makanan lain yang memiliki kandungan serupa. Berkonsultasi dengan dokter spesialis gizi klinik merupakan hal penting.


Bukan saja pada masa menyusui, konsultasi sebaiknya dilakukan pada masa awal kehamilan, karena kebutuhan nutrisi di tiap trimester kehamilan berbeda­-beda, begitu juga saat menyusui.


Jadi, jangan lagi berpikir bahwa ketika menyusui harus makan dua porsi (karena harus memenuhi kebutuhan untuk dua orang—ibu dan bayi). Kasus berat badan yang bertambah saat menyusui justru terjadi ketika asupan harian yang dikonsumsi tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.


Selain itu, para ibu pun dapat menikmati aneka jenis makanan. Mulai dari sayur, kukus, oseng, dan lainnya. Hanya saja, untuk konsumsi makanan yang digoreng sebaiknya dikurangi (maksimal dua kali dalam seminggu).


Hal ini karena proses penggorengan dapat merusak kandungan nutrisi. Sementara, makanan yang dibakar sebaiknya dihindari dulu, terutama pada masa-­masa awal menyusui. Hal ini lebih karena kekhawatiran kurang matangnya makanan saat pembakaran— sementara tubuh ibu masih dalam proses pemulihan, sehingga rentan terhadap serangan berbagai virus dan bakteri.


Yang terpenting, ibu harus selalu bahagia menjalani peran barunya dalam kehidupan. Jangan sampai perhatian pada buah hati melupakan kebutuhan akan makan yang baik. Peran suami dan lingkungan sekitar juga dibutuhkan agar pemberian ASI dapat maksimal.


Selamat menikmati kehidupan baru.


Suplemen Ibu Menyusui

Sekarang banyak beredar suplemen atau booster bagi ibu menyusui. Hal ini sebenarnya sah­sah saja, selama ibu sudah memenuhi kebutuhan dengan asupan gizi seimbang. Sebaiknya pilih suplemen dan booster yang berbahan dasar soya atau almond karena memiliki kandungan protein yang tinggi.


Alergi pada Bayi

Tidak jarang terjadi alergi makanan pada bayi akibat ASI yang ia konsumsi. Pengetesan alergi dapat dilakukan dengan tidak mengonsumsi bahan makanan yang dicurigai menyebabkan alergi selama tiga hari, dan melihat reaksinya pada hari keempat.


Meski terbukti memiliki alergi pada suatu bahan makanan, ibu dapat kembali mengonsumsi bahan makanan tersebut pada tiga bulan kemudian. Hal ini dapat terjadi karena organ­organ pada bayi belum sempurna dan ada kemungkinan alergi tersebut sudah hilang padatiga bulan setelahnya.