Pembesaran Prostat Jinak, Berbahayakah?

Senin, 04 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Pembesaran prostat kerap dikaitkan dengan gejala awal kanker prostat. Apakah benar demikian? Lalu, bagaimana membedakannya?

Pembesaran Prostat Jinak, Berbahayakah?

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak yang terjadi pada pria lansia tidak jarang membuat orang panik dan khawatir akan komplikasi yang berujung pada keganasan. Sebelum was-was, mari kita cari tahu lebih lanjut tentang kondisi ini.


BPH merupakan pembesaran prostat jinak yang dapat menimbulkan sejumlah gejala pada saluran kemih bagian bawah. Gejalanya bisa berupa iritasi, frekuensi berkemih yang meningkat, sering merasa kebelet, dan sering terbangun dari tidur untuk berkemih di malam hari (nokturia).


Selain itu, gejala lainnya juga mencakup pancaran air kemih yang lemah, ada rasa tidak puas setelah berkemih, urine masih menetes setelah berkemih, atau bahkan tidak bisa berkemih sama sekali.


Di sisi lain, kanker prostat adalah kondisi yang berbeda dengan BPH. Pada kanker prostat, terdapat pertumbuhan sel ganas di prostat yang dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya. Sementara, BPH tidak bersifat ganas. Jadi BPH bukan merupakan stadium awal dari kanker prostat. 


Jika mengalami gejala-gejala BPH seperti yang disebutkan sebelumnya, sebaiknya Anda berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis urologi. Meski tidak ganas, kondisi BPH tetap harus ditangani dengan baik.


Jika tidak ditangani sampai tuntas, BPH dapat mengarah pada sejumlah komplikasi seperti: retensi urine atau tidak bisa berkemih, infeksi saluran kemih, hematuria atau urine yang disertai darah, batu kandung kemih, pembengkakan ginjal, hingga gagal ginjal.


Umumnya semua pria di dunia memiliki kemungkinan mengalami pembesaran prostat, meski lebih sering terjadi pada pria lanjut usia.


Ada beberapa faktor risiko yang perlu diperhatikan karena dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya BPH, seperti:


  • Sindrom metabolik seperti hipertensi, diabetes, dan kadar kolesterol tinggi dalam darah
  • Obesitas atau kegemukan
  • Kecenderungan secara genetis, yaitu memiliki keluarga kandung dengan riwayat penyakit atau masalah prostat


Ketika seseorang mengalami gejala-gejala BPH, maka dokter spesialis urologi akan melakukan sejumlah tes untuk menegakkan diagnosis, mengingat gejala serupa dapat mengarah ke kondisi atau penyakit lainnya.


Beberapa tes yang dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis BPH antara lain: 


Pemeriksaan Ultrasonogafi (USG)


Uroflowmetry

Tes yang ditujukan untuk mengukur aliran dan kekuatan aliran urine saat seseorang buang air kecil


Urethrocystoscopy

Memeriksa bagian dalam kandung kemih, uretra, dan prostat menggunakan kamera 


Urodynamic

Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi kandung kemih secara objektif dan akurat sehingga dapat memberikan penjelasan patofisiologi dari gangguan saluran kemih bagian bawah.


Jika setelah melakukan tes seseorang terkonfirmasi mengalami BPH, maka akan diberikan terapi pengobatan. Tergantung pada respon pasien saat diobati, pengobatan ini biasanya akan cepat berhasil pada penderita BPH dengan gejala yang masih awal.


Pengobatan akan dievaluasi dalam waktu beberapa bulan. Jika keadaan BPH tidak kunjung membaik atau gejala BPH yang dialami sudah cukup parah, maka biasanya dokter menyarankan tindakan pembedahan. 


Metode operasi yang paling umum dilakukan untuk mengatasi BPH adalah Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Tindakan ini bertujuan untuk mengangkat kelebihan jaringan prostat. Jaringan yang menyumbat akan diangkat sedikit demi sedikit menggunakan alat yang dimasukkan melalui lubang uretra. 


Semakin awal diagnosis BPH dilakukan, dapat membantu Anda menghindari komplikasi yang dapat disebabkan oleh BPH. 


Untuk mengurangi risiko terkena BPH, Anda dapat melakukan penyesuaian gaya hidup dengan menerapkan pola hidup sehat, berolahraga secara teratur, mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, mengatur agar terhindar dari hipertensi, diabetes, kadar kolesterol yang tinggi, dan menjaga berat badan agar tidak mengalami obesitas.