Sindrom Geriatri, Keluhan Lansia yang Dapat Disiasati

Kamis, 14 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Seiring dengan pertambahan usia, proses penuaan memang tidak bisa dihindari

Sindrom Geriatri, Keluhan Lansia yang Dapat Disiasati

Seiring dengan pertambahan usia, proses penuaan memang tidak bisa dihindari. Namun, ada beberapa cara untuk menyiasati berbagai keluhan sindrom geriatri agar lansia dapat menjalani masa senja yang berkualitas.


Sindrom geriatri adalah sekumpulan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada seseorang dengan usia lanjut, yakni mereka yang berusia di atas 60 tahun. Biasanya disingkat dengan 13 I, antara lain:


  • Instabilitas: gangguan kestabilan sehingga mudah jatuh
  • Imobilitas: tidak mampu berpindah tempat
  • Intelectual impairment: gangguan memori atau gangguan fungsi otak/kognitif
  • Inkontinensia urin atau alvi: tidak dapat menahan BAK atau BAB
  • Isolasi: depresi atau kesedihan yang mendalam
  • Impotensi: gangguan seksual pada pria ataupun wanita
  • Imunodefisiensi: penurunan kekebalan tubuh sehingga mudah terkena infeksi
  • Impairment of vision or hearing: gangguan melihat atau mendengar
  • Inanisi: gangguan nafsu makan hingga menyebabkan malnutrisi
  • Impecunity: kemiskinan


Keluhan sindrom geriatri memiliki beberapa derajat, mulai dari yang ringan sampai sangat berat. Hal ini tentu dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup. Kabar baiknya, keluhan-keluhan ini bukan merupakan bagian dari proses menua yang normal. Sebagian besar keluhan dapat diupayakan untuk diketahui penyebabnya agar dapat ditangani ataupun diperbaiki.


Baca juga: Gangguan Berkemih pada Geriatri


2 Gangguan Utama Sindrom Geriatri

Semua jenis sindrom geriatri dapat memberat. Namun, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian ekstra, yakni gangguan instabilitas postural dan gangguan kognitif.

Gangguan instabilitas postural adalah gangguan yang menyebabkan ketidakstabilan saat mempertahankan posisi atau berjalan, sehingga risiko lansia terjatuh menjadi lebih tinggi.


Hal ini bisa disebabkan oleh faktor yang dimiliki lansia itu sendiri, misalnya gangguan penglihatan, gangguan sensitivitas saraf karena diabetes, atau osteoarthritis/pengapuran lutut. Selain itu, bisa pula disebabkan oleh faktor eksternal seperti pencahayaan yang redup, lantai basah, dan lainnya.


Di samping itu, gangguan kognitif pada lansia dapat berupa proses menua yang normal pada otak (normal aging forgetfulness), gangguan kognitif ringan, hingga gangguan kognitif berat yang dikenal dengan demensia. Gangguan memori ringan, sulit berkonsentrasi, dan kesulitan mengingat memori jangka panjang seringkali ditemui pada proses menua yang normal. Namun, biasanya memori tersebut akan kembali lagi di saat lain.


Lain halnya dengan gangguan memori jangka pendek, misalnya lupa dengan hal apa yang baru saja dilakukan atau dikatakan, sehingga bertanya/melakukan sesuatu berulang-ulang. Hal ini merupakan gangguan kognitif yang harus diwaspadai.


Biasanya, lansia yang mengalami hal ini juga akan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari yang biasanya mudah dilakukan, kesulitan menemukan kata-kata untuk menyampaikan maksudnya/kesulitan berbahasa, hingga kesulitan membuat keputusan yang biasanya mudah dilakukan, dan sebagainya.


Baca juga: Sindrom Geriatri, Keluhan Lansia yang Dapat Disiasati


Usia Kronologis dan Usia Biologis, Apa Bedanya?

Secara umum, lansia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu mereka yang fit (penyakit terkontrol, dapat beraktivitas mandiri), pre-frail atau prarenta, dan frail atau renta, yaitu mereka yang mudah sekali mengalami infeksi atau masalah kesehatan, dan sukar pulih jika sudah jatuh sakit.


Usia kronologis adalah usia yang sesuai dengan tanggal lahirnya. Selain itu, dikenal juga usia biologis, yaitu usia sesungguhnya dari organ-organ tubuh. Pada orang dengan pola nutrisi yang baik sejak muda dan rajin berolahraga, meskipun usia kronologisnya sudah lanjut, tapi usia biologisnya bisa jadi lebih muda. 


Sebaliknya, adanya penyakit-penyakit penyerta/metabolik, seperti hipertensi dan diabetes, dapat membuat usia biologis seorang lansia semakin tua dari usia kronologisnya. Pada kondisi ini, organ-organ tubuh mengalami penuaan dini.


Hal itulah yang menyebabkan lansia di usia kronologis yang sama dapat berbeda-beda status kesehatannya, karena usia biologisnya berbeda. Agar usia biologis lansia bisa sama atau bahkan lebih muda dibanding usia kronologis, upayakan untuk selalu mengonsumsi nutrisi yang baik, melakukan aktivitas fisik yang cukup, dan mengontrol berbagai penyakit yang ada.


Baca juga: Peremajaan Area Kewanitaan, Tingkatkan Kualitas Hidup


Kapan Harus Berkonsultasi dengan Dokter?

Lansia dengan penyakit yang meningkatkan risiko demensia, misalnya mengalami hipertensi, diabetes, memiliki riwayat stroke, riwayat serangan jantung, dan lainnya, perlu berobat secara rutin ke dokter agar dapat dilakukan screening sejak dini. Jika ditemukan lebih awal, gangguan kognitif dapat ditangani dengan lebih baik.


Apabila sudah terlihat jelas gejala-gejala berikut, keluarga harus segera mengajak orangtua berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam konsultan geriatrik, dokter spesialis saraf, atau dokter spesialis kesehatan jiwa (psikiater).


Gejala tersebut yaitu:


  • Lupa mengenai hal-hal dalam jangka pendek,
  • Kesulitan berbahasa
  • Mulai ada gangguan perilaku, seperti mudah tersinggung dan mood yang fluktuatif
  • Sering berhalusinasi, dan lainnya,


Dokter akan melakukan pemeriksaan melalui wawancara untuk menilai derajat beratnya gangguan kognitif/memori, mencari faktor risiko dan jenisnya, serta melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan jika diperlukan, misalnya MRI kepala, untuk memastikan penyebab dan menentukan pengobatan selanjutnya.



Setelah itu, dokter akan menilai apakah gangguan kognitif yang dialami termasuk yang dapat kembali seperti sebelumnya (reversible) atau tidak, mencari penyebabnya, dan menentukan derajat beratnya.


Dokter mungkin akan memberikan obat-obatan jika ada penyakit lain yang perlu dikontrol (misalnya hipertensi, diabetes) dan obat untuk mempertahankan memori, apabila diperlukan. Selain itu, dokter juga akan menyarankan nutrisi dan olah raga/aktivitas yang sesuai untuk lansia, agar fungsi otak dapat dipertahankan.


Baca juga: Kandung Kemih Sehat, Bebas Infeksi


Keluarga Dapat Membantu Meringankan

Keluarga dapat membantu lansia melakukan aktivitas untuk melatih otak, misalnya dengan bersama-sama mengerjakan TTS, mengaji, menemani lansia saat menjalankan hobinya, dan berolahraga ringan bersama.


Bahkan, aktivitas yang sederhana seperti mengajak berbincang-bincang, menemaninya beraktivitas agar tidak sendirian, serta menghibur jika lansia sedih, juga dapat membantu meringankan gangguan kognitifnya, karena penurunan memori juga dipengaruhi oleh perasaan/kesedihan.


Apabila orangtua kita belum memiliki sindrom geriatri, alangkah baiknya untuk mengikuti langkah-langkah berikut ini: 


  • Mengontrol penyakit yang dimiliki (hipertensi, diabetes) dengan minum obat-obatan secara rutin, begitu juga apabila ada riwayat stroke atau serangan jantung 
  • Mengonsumsi makanan yang bergizi dan tinggi protein 
  • Melakukan aktivitas untuk menjaga memori, termasuk tetap melakukan hobi 
  • Mengusahakan agar tetap aktif dan banyak berinteraksi dengan orang lain, misalnya keluarga atau teman-teman 
  • Banyak bersyukur dan beribadah agar selalu merasa tenang dan bahagia 
  • Bagi yang memiliki faktor risiko (diabetes, hipertensi, stroke, serangan jantung, merokok) dapat memeriksakan diri lebih sering agar dapat terdeteksi dini


Anda dan keluarga juga dapat membaca berbagai informasi mengenai gangguan memori atau demensia di buku atau media sosial yang terpercaya atau ditulis oleh dokter. Selain itu, banyak-banyaklah berbincang dengan orangtua di rumah untuk mencegah terjadinya sindrom geriatrik pada orangtua Anda.