Rokok Elektrik, Substitusi Rokok yang Kontroversial

Rabu, 06 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Kendati dipasarkan dengan klaim lebih minim risiko, tetapi bukan berarti vape atau rokok elektrik betul-betul aman untuk dikonsumsi

Rokok Elektrik, Substitusi Rokok yang Kontroversial

Kendati dipasarkan dengan klaim lebih minim risiko, tetapi bukan berarti vape atau rokok elektrik betul-betul aman untuk dikonsumsi. Kenali bahayanya sebelum terjerumus semakin dalam.


Menurut Consumer Advocates for Smoke Free Alternative, rokok elektrik sudah ada sejak tahun 1930. Beberapa tahun terakhir keberadaan rokok elektrik atau vape semakin menyita perhatian masyarakat. 


Di Indonesia, vape juga mengundang sorotan, ada yang pro dan kontra. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahkan mengusulkan larangan penggunaan vape.


Begitu pun Kementerian Kesehatan yang juga telah menentukan sikap untuk melarang konsumsi vape.


Secara umum, perbedaan utama antara vape dengan rokok konvensional adalah tembakau. Rokok konvensional mengandung tembakau, sementara vape tidak. Namun, bukan berarti hal ini jadi tolok ukur bahwa rokok konvensional lebih berbahaya bagi tubuh dan vape atau rokok elektrik lebih aman.


Perlu diingat bahwa tembakau (bahan utama kandungan rokok/vape) bukanlah satu-satunya penyebab kanker dan penyakit serius lainnya. Ada banyak sekali kandungan di dalam vape maupun rokok yang berdampak negatif untuk kesehatan.


Kandungan Rokok dan Vape

Rokok dan vape kerap disandingkan untuk dicari tahu mana yang lebih aman atau lebih bahaya dibandingkan yang lainnya. Namun, sebelum mengetahui aman atau tidaknya, Anda perlu tahu dulu kandungan keduanya.


Rokok dan asapnya mengandung berbagai bahan kimia berbahaya, di antaranya:


  • Asetaldehida
  • Aseton
  • Arsenik
  • Acrolein
  • Amonia
  • Benzene
  • Kadmium
  • Kromium
  • Formaldehyde
  • Nitrosamines
  • Toluene
  • Nikotin
  • Tar
  • Karbon monoksida


Uap yang keluar dari vape bukanlah uap air biasa. Uap dari vape mengandung berbagai zat, dilansir dari American Cancer Society, yang meliputi: 


  • Nikotin
  • Volatile organic compounds (VOC)
  • Bahan kimia perasa
  • Formaldehyde


Akan tetapi, sulit untuk mengetahui secara pasti apa saja bahan kimia yang ada di dalam rokok elektrik. Pasalnya, sebagian besar produk kerap tidak mencantumkan semua zat yang ada di dalamnya.


Bahaya Rokok dan Vape

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, kanker paru, emfisema, penyakit jantung, dan penyakit serius lainnya umumnya berkembang setelah seseorang mengonsumsi rokok selama bertahun-tahun.


Sementara itu, berdasarkan laporan dari Centers for Disease Control and Prevention menemukan bukti bahwa vape dapat menyebabkan kejang dan kerusakan paru serius hanya setelah satu tahun mengonsumsinya atau bahkan kurang dari setahun. 


Hingga saat ini tidak ada fakta yang membuktikan bahwa bahaya atau dampak vape lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Seperti yang dilansir dari cnnindonesia.com, berbagai penelitian terhadap rokok elektrik menunjukkan hasil sebagai berikut:


  1. Vape atau rokok elektrik diklaim mengandung zat berbahaya seperti Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA), Diethylene Glycol (DEG) dan karbon monoksida
  2. Penggunaan rokok elektrik dalam jangka panjang dapat meningkatkan kadar plasma nikotin secara signifikan setelah lima menit penggunaannya. Peningkatan nikotin ini menimbulkan efek kesenangan sementara di otak, yang membuat seseorang menjadi ketagihan atau ketergantungan
  3. Rokok elektrik ini juga meningkatkan kadar plasma karbon monoksida dan frekuensi nadi secara signifikan yang dapat mengganggu kesehatan
  4. Memiliki efek akut pada paru seperti pada rokok konvensional, yaitu kadar nitrit oksida udara eskalasi menurun secara signifikandan tahanan jalan napas meningkat signifikan.


Bahkan, salah satu bahaya vape atau rokok elektrik juga termasuk mendorong budaya merokok pada anak dan remaja. Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memberi peringatan kepada seluruh negara di dunia untuk melarang anak, remaja, ibu hamil, dan wanita usia produktif mengisap rokok elektrik.


Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10 sampai 18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9 persen dari 2013 (7,20 persen) ke 2018 (9,10 persen).


Rokok elektrik atau rokok tembakau (konvensional) sama-sama berdampak buruk untuk kesehatan tubuh kita. Lebih baik jaga kesehatan dan perkuat imunitas tubuh kita dengan menjauhinya.