Selasa, 12 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Pemeriksaan rutin di masa kehamilan tidak sekadar untuk memantau perkembangan janin dalam kandungan

Kehamilan merupakan berita bahagia bagi pasangan suami istri. Ketika hasil test pack menunjukkan tanda positif, membuncah kesenangan akan segera hadirnya buah hati. Untuk menjamin kesejahteraan ibu serta buah hati, pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) sangat diperlukan.


Selain itu, terdapat beberapa hal lain yang menjadi alasan pentingnya ANC:


  1. Menjaga optimalnya kesehatan ibu setelah melahirkan (post-partum)
  2. Memantau perkembangan janin dan melakukan skrining kelainan janin, terutama pada kehamilan risiko tinggi
  3. Mendeteksi kemungkinan dampak per burukan kesehatan ibu akibat meningkatnya kerja organ vital selama masa kehamilan
  4. Mendapatkan informasi seputar kehamilan (tanda-tanda yang harus diwaspadai saat hamil)


Meski kerap dilakukan setelah dinyatakan positif hamil, ANC sebenarnya mulai dilakukan sejak pasangan merencanakan memiliki keturunan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui ada­ tidaknya gangguan kesehatan pada pasangan tersebut. Jika terdeteksi ada gangguan, penanganan dapat dilakukan sebelum memulai program kehamilan.


Jadwal Pemeriksaan

Menurut standar WHO, ANC dilakukan setidaknya empat kali (satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga).


Meski begitu, disarankan bagi ibu hamil untuk melakukan pemeriksaan satu kali dalam sebulan sampai usia kehamilan 28 minggu, sekali tiap dua minggu pada usia kehamilan 28–36 minggu, dan setiap minggu pada usia kehamilan di atas 36 minggu.


Pemeriksaan serial diperlukan karena tidak semua kelainan dapat dideteksi dalam satu kali pemeriksaan. Terlebih jika terjadi kondisi yang menjadi penghambat pemeriksaan, seperti air ketuban yang sedikit, serta ibu hamil dengan obesitas.


Intensitas pemeriksaan pun perlu ditambah jika kehamilan tergolong berisiko tinggi. Disebut berisiko tinggi jika ibu memiliki riwayat penyakit (baik sebelum maupun ketika hamil) seperti jantung, infeksi (seperti TORCH), metabolik (seperti diabetes mellitus), ginjal, epilepsi, dan lainnya, serta riwayat ostetrik ibu yang buruk (seperti kelainan struktur anatomi, abnormalitas pada kromosom, riwayat eksposur teratogen, infeksi yang menyebabkan infeksi kongenital, dan lainnya).


Bagi wanita yang pernah mengalami keguguran, sangat disarankan untuk memeriksakan kondisi untuk mengetahui penyebab terjadinya keguguran sebelum memulai program hamil.


Baca juga: Kehamilan Trimester Pertama, Apa yang Perlu Diperiksa?


Deteksi Kelainan

Berbagai kelainan pada janin dapat terdeteksi saat ANC. Kelainan-kelainan yang dapat dideteksi melalui ANC di antaranya anencephaly (tidak terbentuknya batok kepala), bibir sumbing, defect pada dinding abdomen, kelainan ekstrimitas, kelainan pada spinal cord, kelainan ginjal, jantung, otak, dan lainnya.


Meski dapat terdeteksi sejak masa kehamilan, sebagian besar kelainan baru dapat ditangani setelah bayi dilahirkan. Sampai saat ini, hanya terdapat dua kasus kelainan yang dapat ditangani pada masa kehamilan, yaitu twin-twin transfusion syndrom dan neural tube defect. Penanganannya dilakukan melalui operasi minimal invasif (fetal intervention).


Belakangan juga ramai dibicarakan deteksi kelainan kromosom, seperti dengan Non-Invasive Prenatal Test (NIPT). Pemeriksaan ini dianjurkan bagi ibu hamil yang berusia di atas 35 tahun atau ketika termasuk dalam kehamilan berisiko.


NIPT dilakukan untuk mendeteksi kelainan kromosom 13, 18, 21, dan sex chromosome. Perlu diingat, NIPT merupakan proses deteksi kelainan kromosom saja, di antaranya untuk mendeteksi kelainan seperti down syndrome, turner syndrome, ataupun edward syndrome.


Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menangani kasus kelainan kromosom tersebut, bahkan setelah bayi dilahirkan. Karenanya, penting untuk memeriksakan kondisi kesehatan serta mempersiapkan diri sebaik mungkin demi menghindarkan risiko yang terjadi pada masa kehamilan.


Baca juga: NIPT: Skrining Risiko Kelainan Bawaan Genetik Janin dalam Kandungan


2D, 3D, dan 4D

Antenatal care pada dasarnya cukup menggunakan USG 2D. Meski hanya menghasilkan gambar berwarna hitam-putih, melalui pemeriksaan ini dokter sudah dapat mendeteksi ukuran bayi, volume air ketuban, serta kelainan fisik pada janin. Pemanfaatan USG 3D dan 4D dibutuhkan jika dicurigai adanya kelainan sehingga dibutuhkan teknologi yang menghasilkan gambar lebih jelas.


Selain itu, hingga usia kehamilan 10 minggu, disarankan melakukan USG transvaginal untuk meningkatkan akurasi penilaian usia gestasi (waktu kelahiran), detak jantung, dan biometri janin. Sampai dengan usia 10 minggu, ukuran janin masih sangat kecil sehingga USG transvaginal merupakan opsi terbaik dibanding USG dari abdomen/perut.


Baca juga: Pantau Tumbuh Kembang Janin Setiap Saat


Pemeriksaan Trimester

Trimester Pertama: Pemeriksaan laboratorium lengkap, skrining penyakit menular (seperti Hepatitis B, HIV, sifilis). Pada usia 11-13 minggu, dapat menilai Nuchal Translucency (NT), ketebalan leher belakang janin untuk mendeteksi down syndrome. Saat yang tepat untuk menentukan usia gestasi.


Trimester Kedua: Menilai kelainan bawaan pada janin (fetal screening), memeriksa kelainan anatomi pada janin melalui USG atau pemeriksaan maternal serum. Pada kehamilan 22 minggu, lakukan pemeriksaan gula untuk mendeteksi diabetes gestasional. Saat paling optimal untuk melakukan pemeriksaan USG 3D atau 4D karena ukuran janin sudah cukup besar dan volume air ketuban masih banyak.


Trimester Ketiga: Memantau kesejahteraan janin. Ibu hamil yang mengalami penyakit jantung harus memeriksakan kondisi jantungnya. Pada trimester ini (terutama minggu ke-32), terjadi hemodilusi (volume darah sangat tinggi sehingga kerja jantung jadi berlebih).