Musim Hujan Tiba, Waspada Demam Berdarah pada Anak!

Selasa, 05 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Memasuki musim pancaroba, berbagai masalah kesehatan di negara tropis kembali hadir

Musim Hujan Tiba, Waspada Demam Berdarah pada Anak!

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah demam berdarah dengue (DBD). Belum lagi, masih ada pula penyakit pandemi, sang COVID-19, yang belum kunjung pergi. Karenanya, memastikan imunitas si kecil terjaga menjadi kunci penting untuk menjauhkannya dari berbagai penyakit.


DBD merupakan salah satu penyakit yang kerap muncul pada peralihan musim hujan ke musim kemarau. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ‘dibawa’ oleh nyamuk Aedes Aegepti ini ditandai dengan gejala khas seperti demam tinggi tanpa disertai gejala lainnya, misalnya tanpa disertai batuk, pilek, ataupun sesak napas.


Namun, beberapa penderita mengeluhkan gejala nyeri di belakang mata, sakit kepala, nyeri sendi, hingga munculnya bercak merah pada kulit atau perdarahan. Meski demikian, biasanya bercak merah pada kulit belum terlihat pada hari-hari awal.


Walaupun termasuk self-limiting disease atau penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya, tak jarang penyakit DBD menimbulkan korban jiwa jika tidak cepat ditangani.


Terlebih lagi jika pasien DBD telah memasuki fase berbahaya, dan terjadi pada anak-anak berusia lebih kecil yang belum dapat mengutarakan kondisi mereka. Karenanya, banyak penderita DBD yang kemudian dirawat di rumah sakit untuk dipantau lebih ketat kondisinya.


Fase Penyakit DBD

Ada tiga fase DBD, yakni hari 1-3 disebut fase febrile tanpa perdarahan. Dalam fase ini biasanya terjadi gejala awal seperti demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, dan nyeri belakang bola mata.


Setelah memasuki hari 4-5, demam cenderung turun. Nah, di sinilah penderita mulai memasuki fase kritis. Kebanyakan orang tua tidak mewaspadai fase ini ketika demam turun. Banyak yang mengira si kecil justru sudah mulai sembuh.


Padahal, pada fase ini risiko terjadinya syok jauh lebih besar. Selain itu, dapat terjadi pula penurunan trombosit lebih jauh yang ditandai dengan perdarahan, seperti mimisan, gusi berdarah atau timbul bintik-bintik merah pada kulit yang spontan. 


Pada fase kritis terjadi perembesan plasma darah sehingga terjadi peningkatan kekentalan darah atau hematokrit. Ini adalah hal yang penting diwaspadai. Pada fase ini, si kecil perlu banyak cairan dengan banyak minum atau pemberian cairan infus.


Jika kebutuhan cairan tidak tercukupi, risiko si kecil mengalami syok yang dapat membahayakan jiwa akan meningkat. Apalagi jika syok tidak teratasi dalam waktu cepat, kemungkinan akan terjadi komplikasi perdarahan hebat yang akan sulit diatasi. 


Perdarahan bukan hanya disebabkan jumlah trombosit yang sangat menurun, tetapi juga disebabkan gangguan fungsi pembekuan darah. Risiko lain yang dapat terjadi pada fase kritis ini, yaitu gangguan kesadaran, gangguan fungsi ginjal, serta gangguan fungsi hati dan organ lainnya.


Kondisi ini dapat terjadi pada kurang lebih 30 persen kasus dengue berat. Pada umumnya, kasus DBD yang ditangani dengan kecukupan cairan dengan baik akan terhindar dari kemungkinan terjadinya komplikasi yang berat. Inilah pentingnya perawatan di rumah sakit. 


Fase ketiga adalah fase pemulihan atau penyembuhan, yang biasanya terjadi pada hari ke 6-7. Pada fase ini demam sudah mulai turun, kondisi tubuh pun perlahan membaik. Untuk mempercepat pemulihan si kecil, pilih asupan nutrisi yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh, termasuk kadar trombosit. 


Bagaimana Membedakan DBD dengan Penyakit Lainnya?

Penanda adanya infeksi dalam tubuh biasanya memang diawali dengan demam. Meskipun setiap penyakit biasanya memiliki gejala khas masing-masing, tetapi untuk membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit lainnya hanya dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan darah, yakni pemeriksaan antigen NS1 dengue.


Jadi, jangan tunggu terlalu lama apabila si kecil demam tinggi, ya. Segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk memastikan diagnosisnya. 


Tips Terhindar dari DBD

Virus dengue akan dihadang oleh sistem imun si kecil apabila ia memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Oleh karenanya, menjaga imunitas anak adalah hal pertama yang wajib diperhatikan.


Hal ini dapat dilakukan dengan pemenuhan nutrisi yang baik, yaitu dengan mencukupi asupan makronutrien (karbohidrat, protein, lemak) dan mikronutrien (vitamin, mineral) yang tepat. Selain itu, dapat juga diperkuat dengan pemberian vaksin dengue jika ia telah berusia 9-16 tahun.


Pengendalian lingkungan juga penting untuk dilakukan. Caranya adalah dengan mencegah nyamuk pembawa virus berkembang biak. Nyamuk senang berada di tempat penampungan air yang bersih seperti kolam atau bak mandi.


Jadi, tempat-tempat penampungan air harus sering dikuras. Bersihkan pula wadah penampungan air yang memudahkan nyamuk bersarang dan bertelur. 


Langkah selanjutnya, cek kamar si kecil. Hindari banyak gantungan baju atau barang-barang untuk menghindarkan nyamuk bersarang. Anda juga dapat melakukan penyemprotan/fogging untuk membunuh nyamuk-nyamuk dewasa.


Satu lagi cara agar dapat mematikan telur-telur nyamuk adalah dengan abatisasi. Anda dapat memasukkan bubuk abate ke dalam sumber-sumber air sehingga telur-telur nyamuk akan mati dan proses reproduksinya terhenti.


Yuk, lakukan pencegahan yang tepat agar si kecil terhindar dari DBD.