Minimalkan Risiko Stroke dengan MRA

Senin, 04 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Stroke adalah penyebab kematian nomor satu di Indonesia, menggantikan posisi penyakit jantung sebagai penyebab penyebab kematian tertinggi

Minimalkan Risiko Stroke dengan MRA

Analisis awal Sample Registration Survey (SRS) yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)  Kementerian Kesehatan menunjukkan stroke menjadi penyebab kematian pertama di Indonesia sepanjang 2014. Survei kematian skala nasional ini dihitung dari 41.590 kematian sepanjang 2014.


Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang juga disenggarakan oleh Balitbangkes pada tahun 2015, terjadi peningkatan prevalensi stroke dengan kriteria didiagnosis oleh tenaga kesehatan dari 8,3 per 1000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 untuk stroke pada responden 15 tahun ke atas.


Salah satu penanganan dan deteksi dini stroke adalah dengan MRA (Magnetic Resonance Angiography), yang menggunakan teknologi pencitraan resolusi tinggi MRI sehingga dapat memberikan gambaran struktur pembuluh darah arteri dan vena pada otak.


Dengan kualitas ini, MRA dapat membantu menegakkan diagnostik yang lebih akurat dan lebih rinci sehingga penanganan dapat dilakukan sedini mungkin sebelum terjadi stroke.


Penyakit stroke adalah gangguan aliran darah ke otak yang mengakibatkan defisit neurolosis (gejala-gejala gangguan neurologi) karena aliran darah yang tidak baik ke otak yang timbul secara mendadak dan gejalanya menetap selama 24 jam.


Stroke terbagi menjadi dua jenis yakni stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke iskemik adalah stroke yang diakibatkan sumbatan pembuluh darah otak, sedangkan stroke perdarahan adalah stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak.


Faktor risiko stroke dibedakan menjadi dua, yakni faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi atau dijaga adalah hipertensi, jantung, diabetes mellitus, displepidemia atau ganggunan lemak seperti kolesterol, trigliserida tinggi, kelebihan berat badan atau obesitas, dan kekentalan darah.


Sementara faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, riwayat keluarga, jenis kelamin, dan suku bangsa. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi pada laki-laki lebih tinggi (7,1 per 1000) dibanding perempuan (6,8 per 1000).


Tanda dan gejala stroke berbeda-beda tergantung di bagian pembuluh darah mana yang terkena, seberapa besar penyumbatan aliran pembuluh darah dan perdarahan yang terjadi. Sebagai contoh, bila penyumbatan terjadi di area bicara seketika dapat menyebabkan seseorang menjadi tak bisa bicara atau berbicara pelo, dan tak dapat mengatur kata-katanya.


Gejala stroke lain adalah lumpuh mendadak, kepala pusing berputar-putar (vertigo), tak bisa melihat, dan mengalami mati rasa. Sering pingsan, blackout, atau kehilangan kesadaran juga patut diwaspadai sebagai gejala dari stroke sumbatan.


Kondisi berbeda-beda yang dialami setiap penderita menyulitkan seseorang untuk mengenali gejala stroke. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap gejala awal stroke membuat penderita terlambat mendapat penanganan sehingga mengakibatkan kelumpuhan dan tidak jarang berujung pada kematian.


Stroke memerlukan tindakan darurat medis (medical emergency) pada masa emasnya (golden period) yang berlangsung kurang dari enam jam setelah terjadinya gejala awal stroke. Penanganan segera diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan tetap atau kecacatan yang lebih parah yang bisa mengakibatkan kematian.


Untuk mengetahui apakah seseorang terkena stroke, deteksi dini menjadi langkah paling tepat untuk meminimalisir risiko dan sebagai tindakan pencegahan sebab langkah pengobatan bisa diambil lebih cermat sehingga peluang penyembuhan stroke juga semakin besar.


Seseorang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRA jika memiliki gejala seperti sakit kepala berdenyut-denyut yang sering timbul berulang-ulang di tempat yang sama, merasakan makin lama makin sakit (progresif).


Melalui pemeriksaan MRA, faktor risiko stroke dapat diketahui secara dini karena MRA dapat mendeteksi aterosklerosis (penyempitan ataupengerasan pembuluh darah) sebagai salah satu penyebab stroke dan kelainan pembuluh darah seperti aneurisma atau AVM (arteriovenous malformation).


MRA adalah pemeriksaan non-invasif yang dapat memberikan gambaran pencitraan pembuluh darah tanpa atau dengan sedikit bahan kontras dalam waktu lebih singkat. MRA juga tidak menggunakan radiasi sinar-X dan dapat memberikan diagnostik yang akurat dan informatif sehingga dapat sangat berguna untuk penanganan awal pada golden period sehingga penanganan yang tepat dan cepat akan dapat menentukan kemungkinan pasien untuk pulih.


Pemeriksaan dengan MRA memungkinkan pencitra untuk pembuluh darah di bidang utama dari tubuh, termasuk otak, leher, jantung, dada, perut (seperti empedu, ginjal dan hati), panggul, lengan, dan kaki.

MRA menjadi suatu pilihan untuk menegakkan diagnostik dan mengobati kondisi medis yang berkaitan dengan pembuluh darah otak untuk penyakit stroke karena gambaran rinci dari pembuluh darah dan aliran darah ke otak diperoleh tanpa harus memasukkan kontras ke dalam pembuluh darah.


Hasil MRA memberikan solusi yang cukup baik dan sangat bermanfaat untuk menghasilkan pencitraan pembuluh darah otak, lebih rinci dari yang sebelumnya tidak terlihat oleh tes diagnostik lain.


Beberapa keunggulan MRA yaitu:


  • MRA adalah teknis pemeriksaan non-invasive yang tidak menggunakan radiasi sinar-X sehingga aman untuk ibu hamil.


  • Prosedur itu sendiri dapat lebih cepat daripada tradisional angiogram kateter.


  • Tanpa menggunakan bahan kontras, MRA dapat memberikan gambar berkualitas tinggi dari pembuluh darah, sehingga sangat berguna untuk pasien yang rentan terhadap reaksi alergi dari bahan kontras pada uji x-ray konvensional, CTA (Computed Tomographic Angiography) dan DSA (Digital Substraction Angiography).


  • Dapat memberikan gambaran tentang pembuluh darah dengan lebih dini dan lebih informatif pada kasus stroke dan aneurisma.


  • Membantu dokter untuk mengevaluasi fungsi dan struktur pembuluh darah sebelum pasien mengalami keluhan.


Jika sudah terdeteksi, stroke dapat segera ditangani dengan melakukan beberapa tindakan medis, seperti coiling dan clipping untuk stroke pendarahan atau aneurisma. Sementara stroke sumbatan atau stenosis dapat dicegah dengan melakukan stent seperti yang dilakukan pada penyakit jantung.