Menjaga Kesehatan Kewanitaan

Kamis, 07 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Kesehatan kewanitaan memerlukan perhatian khusus

Menjaga Kesehatan Kewanitaan

Di Indonesia, kasus kanker bagian kewanitaan yang paling banyak ditemukan terjadi adalah kanker mulut rahim (serviks), kanker indung telur (ovarium), kanker rahim (endometrium), kanker vulva, dan kanker vagina.


Kesemua jenis kanker ini disebut sebagai kanker ginekologi. Penyebab timbulnya kanker ginekologi (kecuali kanker ovarium dan endometrium) dipicu oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang tidak tertangani dengan baik dan virus yang menyerang tersebut bersifat onkogenik (memicu kanker).


Ada lebih dari 100 sub-tipe HPV yang diketahui, sekitar 15 sub-tipe di antaranya bersifat onkogenik. Pada kasus kanker ginekologi, sub-tipe 16 dan 18 merupakan yang paling kerap menjadi pemicu.


Penanganan Sel Kanker

Berbicara konsep penanggulangan penyakit kanker, dapat dikelompokkan menjadi:


  • Mencegah (prevensi); misal agar infeksi virus tidak berkembang menjadi lesi prakanker/kanker;
  • Menemukan atau mendeteksi kanker pada stadium yang lebih awal sehingga memberikan kesembuhan yang lebih baik.
  • Pada beberapa jenis kanker, terdapat yang disebut lesi pra-kanker. Pada fase ini, sel hanya memiliki kemampuan untuk tumbuh, tapi tidak menyebar. Sehingga, jika ditemukan pada lesi prakanker, dengan penanganan yang baik, seorang pasien dapat sembuh 100 persen. Beberapa jenis kanker yang memiliki lesi pra-kanker adalah kanker serviks, kanker vulva, dan kanker vagina. Sementara, kanker ovarium dan endometrium tidak memiliki lesi pra-kanker sehingga prinsip kedua yang dikedepankan.


Proteksi Terhadap Kanker

Saat ini, sudah terdapat banyak cara yang bisa dilakukan untuk melindungi diri atau setidaknya mendeteksi dini terhadap keberadaan sel kanker di dalam tubuh. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), papsmear, atau HPV DNA merupakan tes-tes yang dapat dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya sel kanker di bagian kewanitaan.


Ketiga pemeriksaan ini memiliki fungsi yang sama dan harus dilakukan secara berkala. Tes IVA dilakukan setiap tahun, papsmear berkala pada tiga tahun, sementara HPV DNA diulangi setiap lima tahun.


Perkembangan teknologi medis pun memungkinkan para wanita untuk melakukan proteksi lebih dini. Dengan vaksinasi terhadap virus HPV, para wanita memiliki proteksi lebih baik terhadap virus ini.


Vaksinasi sebaiknya dilakukan sebelum seseorang aktif melakukan kontak seksual, pada usia sekitar 11–13 tahun. Yang perlu diingat, meski sudah melakukan vaksinasi, menjalani tes IVA, papsmear, ataupun HPV DNA seharusnya tetap dilakukan demi mencegah terjadinya infeksi virus subtipe lain yang dapat memicu tumbuhnya kanker.


Selain menghindari tumbuhnya sel kanker di dalam tubuh, tindakan pencegahan juga memerlukan biaya yang jauh lebih efisien dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk tindakan penyembuhan kanker.


Peduli Terhadap Berbagai Gejala

Meski tidak memiliki lesi pra-kanker, bukan berarti kanker ovarium dan kanker endometrium tidak bisa dideteksi sejak dini. Untuk kasus kanker ovarium misalnya, gejala yang sering terjadi adalah perut terasa kembung atau begah, perut membesar, kadang sulit buang air besar, sering buang kecil, dan kehilangan nafsu makan.


Gejala seperti ini memang mirip dengan penyakit lain, seperti maag. Karenanya, sikap waspada terhadap gejala-gejala yang tidak biasa dan segera memeriksakan kesehatan merupakan hal wajib sebelum kanker ovarium semakin menyebar.


Sementara, pada kasus kanker endometrium, kewaspadaan perlu ditingkatkan pada wanita yang sulit hamil, memiliki ukuran tubuh besar, hipertensi, diabetes. Sementara, pada wanita yang telah menopause, gejala yang perlu diwaspadai adalah munculnya pendarahan secara tiba-tiba dari vagina seperti darah menstruasi.


Yang terpenting, rutin lakukan deteksi dini meski tidak ada keluhan dapat menghindari potensi dari bahaya kanker ginekologi.