Katarak: Berbahayakah dan Bagaimana Penanganannya?

Jumat, 01 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Meski dapat menyebabkan kebutaan, risiko akibat katarak dapat dihindari. Penanganan secara cepat dan tepat dapat membuat kualitas penglihatan Anda tetap terjaga meski sudah lanjut usia

Katarak: Berbahayakah dan Bagaimana Penanganannya?

Proses penuaan atau degenerasi adalah proses alami yang terjadi seiring waktu. Proses ini terjadi di seluruh organ tubuh, tidak terkecuali pada mata. Salah satu bagian dari mata yang perlu mendapat perhatian ketika terjadi proses degenerasi adalah lensa.


Lensa adalah bagian spesifik dari organ mata yang berperan pada proses pembiasan cahaya menuju ke lapisan saraf (retina). Saat proses degenerasi terjadi, lensa, yang awalnya jernih, akan secara progresif lambat menjadi keruh dan menebal. Kondisi lensa yang keruh ini dikenal sebagai katarak. Kondisi ini biasanya mulai terjadi pada usia 40 – 50 tahun.


Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor risiko terjadinya katarak, yaitu paparan sinar ultraviolet, kondisi penyakit sistemik seperti diabetes melitus, serta konsumsi obat tertentu.

Saat terjadi katarak, cahaya yang masuk ke mata tidak dibiaskan secara sempurna. Bayangan yang jatuh di retina pun tidak terfokus dengan baik.


Hal ini menimbulkan penglihatan buram atau kabur seperti terhalang kabut atau asap. Keluhan lain adalah silau, terutama pada malam hari apabila terpapar oleh sinar yang cukup kuat.


Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, katarak dapat menyebabkan kebutaan. Bahkan, di dunia dan juga di Indonesia, katarak menjadi penyebab utama kebutaan. Hanya saja, kebutaan yang disebabkan katarak bersifat reversibel (dapat dicegah dan diatasi).


Operasi Katarak

Agar terhindar dari kebutaan akibat katarak, pasien harus menjalani operasi untuk mengangkat lensa yang sudah tua dan menggantinya dengan lensa buatan. Sampai saat ini, tindakan operasi menjadi satu-satunya penanganan yang dapat dilakukan, karena belum ada obat yang dapat mencegah atau mengobati katarak.


Ada dua jenis teknik operasi yang dapat dilakukan untuk menangani katarak. Yang pertama menggunakan teknik phacoemulsification. Dengan menggunakan energi ultrasonik yang dihantarkan lewat probe khusus melalui luka sayatan kecil, katarak akan dihancurkan dan dibersihkan.


Teknik ini dapat dilakukan pada katarak kategori awal. Sementara jika katarak sudah sangat lanjut dan keras, diperlukan sayatan yang lebih lebar untuk dapat mengeluarkan lensa secara utuh. Kedua operasi ini umumnya bersifat one day care (tidak membutuhkan rawat inap) dan menggunakan bius lokal.


Penting diketahui, seperti halnya semua operasi, terdapat kemungkinan terjadinya komplikasi akibat operasi katarak—walau angka kemungkinan terjadinya kecil. Komplikasi yang mungkin terjadi seperti pendarahan, infeksi pasca operasi, dan peradangan.


Semua hal ini dapat menyebabkan kebutaan. Meski begitu, perlu juga diketahui bahwa operasi katarak merupakan jenis operasi mata yang paling sering dilakukan dan aman.


Setelah tindakan operasi, umumnya pasien harus memberikan tetes anti-biotika dan anti-radang pada mata yang dioperasi. Selain itu, pada kasus tertentu, pasien diberikan obat minum (seperti anti-nyeri dan anti-biotika).


Luka operasi biasanya akan sembuh setelah dua hingga empat minggu setelah operasi dilakukan. Pada masa tersebut, pasien sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan rutin secara berkala, serta menghindari posisi yang membuat kepala berada di bawah (seperti bersujud atau headstand), mata terkena air secara langsung, dan mengedan secara berlebihan.


Katarak pada Bayi dan Anak

Katarak, walaupun jarang, dapat juga ditemukan pada bayi, anak-anak, dan dewasa muda. Hal ini disebabkan kondisi seperti kelainan bawaan, trauma akibat benturan atau benda tajam, dan konsumsi obat tertentu seperti steroid.