Tidak sekadar mengganti fungsi gigi yang hilang, pemasangan implan gigi dapat menjaga kesehatan gigi secara keseluruhan dalam jangka panjang
Bagi kalangan Lanjut usia, kondisi kesehatan gigi memang semakin rentan terutama jika mengalami kehilangan gigi. Tidak hanya mengganggu fungsi kunyah, kondisi ini dapat menimbulkan rasa yang tidak nyaman dalam aktivitas sehari-hari.
Secara umum, kehilangan gigi memiliki beragam dampak:
Fungsi kunyah berkurang, sehingga memberikan kesempatan pada sisa makanan untuk menempel di tempat gigi yang hilang.
Karies pada gigi meningkat, sehingga dapat menyebabkan gigi di sekitarnya berlubang akibat bakteri dari sisa-sisa makanan.
Khususnya untuk lansia, volume tulang akan semakin berkurang yang mengakibatkan gigi yang masih ada dapat bergerak dan terlihat renggang.
Gigi tiruan memang dapat menjadi pilihan pasien yang kehilangan gigi, tapi sisi negatifnya adalah dalam jangka waktu satu hingga dua tahun akan diperlukan penyesuaian kembali. Hal ini disebabkan gusi dan tulang yang dijadikan sebagai penunjang gigi tiruan akan mengalami perubahan.
Bahkan untuk gigi tiruan removable atau yang bersifat permanen seperti bridge dan crowne, pasien diharuskan mengorbankan gigi yang masih ada dan sehat. Gigi tiruan butuh berpegang pada gigi yang masih kuat, sehingga efek ke depannya gigi sehat ini akan mendapat tekanan yang berlipat ganda.
Selain menerima tekanan kunyah dari fungsi aslinya, ditambah lagi dengan tekanan dari gigi tiruan yang dipasang.
Hal berbeda akan terjadi jika lansia memilih implan gigi. Pada opsi ini, pasien tidak perlu mengorbankan gigi sehatnya. Tak sekadar menggantikan gigi yang hilang, implan gigi dirancang untuk bertahan selama mungkin dan menggantikan fungsi akar gigi yang tertanam kuat.
Sehingga, implan gigi ini dapat dikategorikan sebagai salah satu investasi yang baik untuk mereka yang kehilangan gigi, terutama bagi para lansia.
Terdapat dua bahan yang umum digunakan untuk implan gigi: titanium dan zirkoni, keduanya memiliki kelebihan kekurangan, sebagai berikut:
Bersifat kuat dan tidak berkarat, bahkan sangat jarang menimbulkan reaksi alergi pada tubuh.
Tidak jauh berbeda dengan titanium, tapi karena warnanya yang putih seperti porselen maka lebih sering digunakan untuk gigi depan atau gigi anterior.
Aman atau tidaknya tindakan implan gigi pada lansia menjadi suatu hal yang relatif. Pada dasarnya, risiko pemasangan implan gigi sama seperti pencabutan gigi dilihat dari kondisi pasien secara umum serta riwayat sistemik jika ada. Secara jangka panjang, implan gigi tidak akan menimbulkan reaksi seperti alergi dan lainnya.
Sebelum melakukan pemasangan implan, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan oleh pasien. Skrining kondisi tulang dengan pemeriksaan panoramik standar atau CBCT (Cone Beam Computed Tomography).
Pemeriksaan tiga dimensi ini akan mempermudah dokter gigi spesialis bedah mulut dalam menilai volume tulang rahang pasien, yang nantinya menjadi panduan dalam melakukan operasi.
Kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh. Selain cek darah, pasien akandilihat riwayat sistemiknya. Jika memiliki riwayat jantung, diabetes melitus, dan lainnya, dokter gigi spesialis bedah mulut akan meminta toleransi tindakan kepada dokter yang pernah menangani pasien.
Setelah pemasangan implan, ada proses yang dinamakan osseointegrasi (pelekatan tulang dengan implan gigi). Proses ini memerlukan waktu sekitar tiga bulan agar implan dapat beradaptasi dengan tubuh pasien.
Selama periode ini, pasien akan diminta untuk menghindari beberapa hal yang dapat mengganggu proses penyembuhan, seperti merokok, mengonsumsi alkohol, terkena makanan yang panas, dan lainnya. Pemasangan ‘mahkota’ pada implan baru dilakukan setelah periode ini.
Secara umum, tidak ada perawatan khusus yang diperlukan setelah seluruh proses implan gigi selesai dilakukan. Pasien hanya butuh menjaga kesehatan mulut dan gigi, serta rutin memeriksakan gigi ke dokter gigi.