Hindari Risiko Gangguan Pendengaran Sejak Dini

Senin, 18 Maret 2024

RSPI Facebook linkRSPI twitter linkRSPI Linkedin link
RSPI link

Pendengaran merupakan salah satu indera vital manusia. Apabila indera ini tidak berfungsi dengan baik, risiko gangguan bicara menjadi kemungkinan yang tidak dapat terelakkan, terutama apabila terjadi pada usia dini. Bagaimana cara mendeteksi gangguan pendengaran sejak dini?

Hindari Risiko Gangguan Pendengaran Sejak Dini

Apabila indera ini tidak berfungsi dengan baik, risiko gangguan bicara menjadi kemungkinan yang tidak dapat terelakkan, terutama apabila terjadi pada usia dini. Bagaimana cara mendeteksi gangguan pendengaran sejak dini?


Risiko ketulian yang terjadi pada bayi baru lahir berada pada angka dua persen. Berkaitan dengan kasus ini, tes atau screening pendengaran harus dilakukan tidak hanya untuk mendeteksi, namun juga menghindari terjadinya risiko gangguan pendengaran.


Pada pasien dengan umur di bawah satu tahun, rehabilitasi pendengaran masih sangat mungkin dilakukan apabila orang tua secara sigap melakukan tes pendengaran sejak dini.


Tes ini menjadi penting karena apabila dibiarkan tumbuh dengan gangguan pendengaran yang tidak dapat terdeteksi, risiko gangguan kemampuan bicara pada anak juga semakin tinggi.


Secara umum, tes untuk mendeteksi gangguan pendengaran terbagi atas dua jenis: subjektif dan objektif. Tes subjektif merupakan tes dua arah, artinya dokter akan merangsang pasien dengan bunyi-bunyian dan pasien akan merespons atas bunyi-bunyian tersebut.


Tes ini biasanya dilakukan kepada orang dewasa yang memiliki kemampuan untuk merespon. Sementara itu, tes objektif merupakan tes satu arah, biasanya dilakukan kepada anak-anak, bahkan bayi, yang secara verbal belum dapat merespons.


Tes objektif ini menggunakan seperangkat peralatan untuk menilai elektrofisiologi dengan memberi stimulus suara. Pemeriksaan ini kemudian dapat secara langsung dianalisis tanpa membutuhkan kerjasama dengan pasien.


Beberapa tes objektif pendengaran yang marak digunakan adalah screening Otoacoustic Emission (OAE) dan Brainstem-Evoked Response Audiometry (BERA).


Baca juga: Gendang Telinga Berlubang Perlukah Ditambal?


Otoacoustic Emission (OAE)

OAE adalah screening pendengaran untuk menilai sel rambut yang terdapat di rumah siput (koklea). Tes yang menggunakan alat berbentuk headset ini dapat mengukur getaran suara dalam liang telinga.


Secara sederhana, OAE bekerja sebagai stimulan juga receiver. Stimulus yang dipancarkan melalui headset tersebut kemudian ditangkap oleh sel rambut dengan sebelumnya telah terlebih dahulu menggetarkan gendang telinga dan melalui tulang pendengaran.


Stimulus yang tertangkap oleh sel rambut ini kemudian menghasilkan getaran yang kembali ditangkap oleh receiver. Setelah getaran diterima oleh receiver, barulah dapat diputuskan mengenai baik atau tidaknya fungsi koklea berdasarkan perbedaan amplitudo yang telah diterima.


Biasanya, gangguan pada sel rambut terjadi pada bayi-bayi dengan kondisi prematur, tingkat bilirubin yang tinggi, meningitis, riwayat Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegavirus, dan Herpes (TORCH) pada kehamilan ibu, serta faktor genetik (riwayat gangguan pendengaran pada keluarga).


Pada bayi-bayi dengan kondisi demikian, screening OAE adalah tes yang harus dilakukan untuk mendeteksi kemampuan pendengarannya. Namun, tes ini juga dianjurkan untuk dilakukan meski dengan tanpa kondisi tersebut, bertujuan untuk tindakan preventif. Tes ini dapat dilakukan setidaknya pada bayi yang baru berusia dua hari.


Baca juga: Implan Koklea untuk Pendengaran Lebih Baik


Brainstem-Evoked Response Audiometry (BERA)

BERA merupakan screening pendengaran lanjutan atas OAE. OAE mendeteksi fungsi pendengaran terbatas pada telinga luar hingga koklea. Sementara, untuk mendeteksi fungsi saraf vestibulocochlear sebagai transmitter ke otak dapat dilakukan dengan screening BERA.


Sebelum pada akhirnya menjalani screening BERA, pasien harus terlebih dahulu melakukan tes ulang OAE apabila hasilnya ditemukan refer (mengalami gangguan) dengan jangka waktu tiga bulan. Setelah tes dilakukan lagi dan hasil yang didapatkan kembali refer, tes BERA dapat dilakukan.


Secara prosedur, tes BERA dapat dikatakan menyerupai dengan prosedur EEG. Yang membedakan adalah, pada prosedur BERA, diberikan stimulus di telinga untuk kemudian dinilai rangsangan yang diterima oleh otak menggunakan elektroda. Ada tidaknya pendengaran didasarkan oleh kecepatan gelombang.


Hasil screening BERA dapat dikatakan lebih akurat karena hasil screening berkaitan langsung dengan respons di otak. Dalam prosesnya, pasien harus dalam keadaan rileks untuk menghindari pemetaan gelombang yang tidak sesuai.


Pada anak-anak, screening BERA akan efektif dilakukan dalam kondisi tidur. Karena pada saat tidur, saraf-saraf menjadi rileks sehingga kesalahan pemetaan gelombang bisa dihindari. Hal ini pula yang menjadi kekurangan tes BERA karena harus menunggu pasien untuk tidur. Selain itu, tes BERA juga baru bisa dilakukan pada bayi minimal berusia tiga bulan.


Screening pendengaran OAE dan BERA merupakan dua dari beberapa screening pendengaran yang bisa dilakukan. Adalah hal yang dianjurkan untuk melakukan beberapa screening dengan jenis berbeda dalam mendeteksi gangguan pendengaran pada anak.


Pada dasarnya, orang tua harus mengerti bahwa screening pendengaran menjadi hal yang wajib dilakukan pada anak mengingat keterbatasan anak untuk menjelaskan kondisinya secara detail.


Selain itu, harus dipahami juga bahwa dalam perkembangannya, observasi orang tua juga dibutuhkan dalam mendeteksi gangguan pendengaran, terutama pada anak berusia 3-4 tahun yang semestinya mulai belajar berbicara.